astakom, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam mengkritik keras dugaan korupsi proyek fiktif senilai Rp 431 miliar di PT Telkom Indonesia. Ia menyebut praktik tersebut bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan bentuk perampokan yang dilakukan secara terang-terangan oleh anak usaha Telkom.
“Korupsi besar senilai Rp 431 miliar bukan cuma merugikan negara, tapi itu adalah perampokan yang dilakukan secara terang-terangan oleh anak usaha Telkom,” kata Mufti Anam dalam keterangan pers yang diterima astakom.com, Kamis (3/7).
Baca juga
Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan sembilan orang tersangka dalam dugaan korupsi proyek fiktif yang terjadi pada periode 2016–2018.
Dalam rentang waktu tersebut, Telkom bekerja sama dengan empat anak usahanya, PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta, untuk menjalin proyek pengadaan bersama sejumlah vendor. Namun, proyek yang dijalankan ternyata fiktif.
Mufti menyampaikan hal ini dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI dengan jajaran Direksi Telkom, termasuk Direktur Utama yang baru, Dian Siswarini, yang dilantik pada RUPS Telkom, 27 Mei lalu.
“Dalam 100 hari pertama kinerja Dirut Telkom yang baru, Ibu Dian Siswarini, kami meminta penjelasan, siapa yang bertanggung jawab atas kasus ini? Kemudian konsekuensinya apa yang sudah dilakukan oleh Telkom untuk memberikan punishment kepada mereka,” tegas Mufti.
Saat ini, PT Telkom Indonesia tengah memproses pemberhentian terhadap tiga pejabat yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah August Hoth P. M (mantan General Manager), Herman Maulana (mantan Account Manager), dan Alam Hono (mantan Executive Account Manager PT Infomedia).
Tak hanya fokus pada satu kasus, Mufti juga menyoroti dugaan korupsi lain yang melibatkan anak usaha Telkom, yakni Telkomsigma atau PT Sigma Cipta Caraka. Kasus ini melibatkan pengadaan fiktif server dan storage oleh PT Prakarsa Nusa Bakti (PNB) pada tahun 2017, dengan nilai proyek mencapai Rp 266,3 miliar. KPK telah menahan tiga tersangka, yakni RPLG, AJ, dan IM.
Penghitungan dari BPKP menunjukkan kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp 280 miliar. Dana proyek yang ditransfer ke PT Granary Reka Cipta kemudian disalurkan ke PT PNB, dan digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka.
Mufti menegaskan pentingnya audit internal menyeluruh oleh Direksi Telkom yang baru, guna menelusuri potensi korupsi lainnya dan memastikan praktik serupa tidak terulang. Ia juga mengingatkan agar Telkom memitigasi profil sumber daya manusia yang berpotensi menyalahgunakan kekuasaan.
“Termasuk Direksi Telkom agar memitigasi profil orang-orang yang bekerja di lembaga ini,” ujarnya.
Ia mengapresiasi rekam jejak positif Dian Siswarini, namun menegaskan pentingnya mengelilingi pucuk pimpinan dengan SDM yang bersih dan kompeten.
“Karena kalau misalnya Ibu Dian yang bersih saja dan di sekitarnya banyak orang yang ternyata niatnya bukan membangun tapi merampok duit negara, maka tak akan ada perbaikan di tubuh Telkom,” kata legislator dari Dapil Jawa Timur II tersebut.
Sebagai mitra kerja BUMN, Komisi VI DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal langkah-langkah transformasi dan transparansi di tubuh Telkom maupun BUMN lainnya.
“Maka kami meminta komitmen dari Dirut Telkom yang baru untuk melakukan pembenahan sehingga tidak lagi terjadi kasus-kasus korupsi seperti ini yang sangat-sangat merugikan negara dan uang rakyat,” tutup Mufti.