astakom, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto tetap optimis meskipun saat ini dunia sedang dihadapkan dengan kebijakan tarif impor tinggi dari Amerika Serikat (AS).
Menurut Airlangga, mayoritas ekonomi global, tepatnya 83 persen tidak berasal dari Amerika. Hal ini disampaikannya dalam acara Sosialisasi dan Masukan dari Asosiasi Pelaku Usaha mengenai Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat yang digelar pada Senin (7/4).
Baca juga
“We have been doing this before, and we can do it. Jadi, tidak semuanya gelap. Perekonomian dunia itu 83 persen non-Amerika. Jadi, kita mesti speed up perekonomian dengan yang 83 persen,” ujar Airlangga, dikutip Astakom.com, Selasa (8/4).
Meski begitu, Airlangga menegaskan bahwa pemerintah terus melakukan koordinasi antar Kementerian dan Lembaga, juga berdialog dengan asosiasi pelaku usaha dalam merespons kebijakan tarif dari AS tersebut.
Langkah ini sejalan dengan upaya negosiasi Indonesia dengan AS, apalagi kebijakan ini bisa berdampak signifikan bagi sejumlah produk ekspor Indonesia, terutama barang-barang dari sektor padat karya.
“Terhadap perusahaan yang padat karya, kita sudah memberikan fasilitas. Bapak Presiden sudah menanyakan realisasinya seperti apa. Dan yang kedua, terhadap pekerja yang gajinya di bawah 10 juta, PPh ditanggung Pemerintah. Jadi, kita tidak ingin ini dijadikan momentum untuk PHK. Jadi, jangan ada PHK,” tegas Airlangga.
Pemerintah juga telah menyiapkan beberapa langkah strategis, mulai dari menghitung dampak tarif baru terhadap perekonomian nasional, menjaga stabilitas imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) di tengah gejolak pasar global, hingga bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk memastikan nilai tukar rupiah tetap stabil dan kebutuhan likuiditas valas para pelaku usaha bisa terpenuhi.
Airlangga juga menyampaikan, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan adanya reformasi struktural dan deregulasi, termasuk penyederhanaan dan penghapusan aturan-aturan yang dianggap menghambat, khususnya yang berkaitan dengan Non-Tariff Measures (NTMs).
Hal ini dilakukan agar daya saing Indonesia semakin kuat, pelaku pasar tetap percaya, dan investasi terus mengalir demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemerintah pun terus menjalin komunikasi intensif dengan AS melalui tim lintas kementerian, termasuk pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) dan U.S. Chamber of Commerce.
Airlangga juga bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia untuk menjaga kepentingan ekonomi dan memperkuat kerja sama di ASEAN. Mereka sepakat lebih memilih jalan diplomasi dan negosiasi daripada langkah balasan.
Pemerintah pun sedang menghidupkan kembali Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dengan menambahkan isu-isu dari sektor keuangan.
“Jadi, ASEAN tidak mengambil langkah retaliasi, tetapi Indonesia dan Malaysia akan mendorong TIFA karena TIFA sendiri secara bilateral ditandatangan di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA,” tutup Airlangga.
Airlangga menyampaikan kepada media bahwa komunikasi dengan AS terus berjalan. Hasil pertemuan koordinasi dengan pelaku usaha yang berlangsung kemarin juga akan dilaporkan ke Presiden Prabowo.(**)