astakom.com, Jakarta – Universitas Indonesia (UI) meminta maaf karena mengundang akademisi yang diduga pro-Israel dari Hoover Institution Universitas Stanford, Peter Berkowitz, dalam kegiatan Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) Pascasarjana 2025.
Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI, Arie Afriansyah, mengakui pihaknya kurang cermat dalam memeriksa latar belakang lengkap pembicara tersebut.
“Dengan segala kerendahan hati, UI mengakui kurang hati-hati, dan untuk itu, UI meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas kekhilafan dalam kekurangcermatan saat melakukan background check terhadap yang bersangkutan,” ujar Arie, Minggu (24/8).
Arie menegaskan, sikap dukungan UI terhadap Palestina tidak berubah, kendati menghadirkan Berkowitz. Dia menyatakan UI tetap konsisten mendukung kemerdekaan Palestina sesuai amanat konstitusi.
Dukungan UI kepada Palestina juga sudah disampaikan langsung oleh Rektor UI kepada Duta Besar Palestina saat berkunjung ke kampus pada 17 Januari 2025.
“UI tetap konsisten pada sikap dan pendirian berdasarkan konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang terus memperjuangkan agar penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, termasuk terdepan dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina menghadapi penjajahan yang dilakukan Israel,” kata Arie.
Adapun permintaan maaf itu disampaikan setelah muncul gelombang kritik di media sosial terhadap UI yang mengundang Berkowitz dalam acara PSAU pada 23 Agustus 2025 kemarin.
Kegiatan tersebut pun ditayangkan secara resmi dalam kanal YouTube Universitas Indonesia bertajuk Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) Pascasarjana UI 2025.
Dalam sejumlah unggahan di media sosial X, Berkowitz disebut-sebut sebagai tokoh zionis dan pembela Israel. Dia juga dikaitkan dengan tulisan-tulisan yang mendukung genosida di Palestina, serta pernah menjabat sebagai Direktur Perencanaan Kebijakan pemerintahan Donald Trump.
Arie pun menerangkan bahwa pemilihan Berkowitz semata-mata didasarkan pada pertimbangan akademis. Dia pun menegaskan bahwa UI tidak memiliki maksud lain selain aspek akademik ketika mengundang Berkowitz.
“Saat pemilihan kandidat pembicara, UI menilai bahwa Prof. Peter Berkowitz (The Hoover Institution – Stanford University) dan Dr. Ir. Sigit P. Santosa (PT Pindad, Alumni terkemuka MIT di Indonesia) adalah di antara nama-nama terbaik dari luar negeri dan dalam negeri dalam bidang terkait,” kata Arie.
Meski begitu, lanjut Arie, UI memahami reaksi publik yang muncul atas kejadian ini. Oleh karena itu, dia memastikan bakal menjadikannya bahan pembelajaran agar lebih selektif dalam memilih pembicara di kemudian hari.
“Kami memahami reaksi dan keprihatinan publik yang mungkin muncul akibat orasi yang disampaikan oleh salah seorang akademisi tamu pada kegiatan PSAU tersebut. Kasus ini menjadi sebuah pembelajaran sekaligus bentuk perhatian positif untuk UI agar lebih selektif dan sensitif dalam mempertimbangkan berbagai aspek saat mengundang akademisi internasional pada masa yang akan datang,” pungkasnya.
Tuai Kecaman
Sebelumnya, Universitas Indonesia (UI) menuai kecaman warganet usai menghadirkan Peter Berkowitz sebagai pembicara utama dalam acara Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) Pascasarjana 2025.
Kehadiran Berkowitz di Balairung UI, Depok, pada Sabtu, 23 Agustus 2025, langsung menuai protes dan kritik, khususnya di media sosial. Polemik mencuat setelah akun X @kastratofe mengunggah kritik tajam terhadap undangan UI tersebut.
“Universitas Indonesia mengundang Peter Berkowitz; seorang zionis dan pembela genosida Israel, sebagai pembicara di Orientasi Program Pascasarjana UI 2025,” tulis akun itu.
Unggahan tersebut viral dan mendapat beragam respons, sebagian besar mempertanyakan keputusan UI.
Berkowitz dikenal sebagai akademisi yang vokal membela Israel. Jejak rekamnya memperlihatkan pandangan politik yang kerap berpihak pada kebijakan militer Israel, bahkan tidak jarang mengecam dukungan terhadap Palestina yang berkembang di lingkungan akademis internasional.
Siapa Peter Berkowitz?
Peter Berkowitz adalah Peneliti Senior Tad dan Dianne Taube di Hoover Institution, Universitas Stanford. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Staf Perencanaan Kebijakan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada periode 2019-2021 di bawah pemerintahan Donald Trump. Posisi itu membuatnya semakin dikenal sebagai figur akademik sekaligus politisi yang dekat dengan kebijakan pro-Israel.
Berkowitz lahir dari keluarga Yahudi dan menghabiskan masa kecilnya di Deerfield, Illinois. Ia menempuh pendidikan tinggi di Swarthmore College dengan gelar Bachelor of Arts bidang sastra Inggris pada tahun 1981.
Kemudian, ia memperoleh Master of Arts dalam filsafat dari Universitas Ibrani Yerusalem pada 1985, sebelum melanjutkan pendidikan doktoralnya di Universitas Yale dan meraih gelar Ph.D. dalam ilmu politik pada 1987. Tak berhenti di situ, ia juga menyelesaikan studi hukum di Yale Law School pada 1990.
Pandangan Berkowitz
Kontroversi terbesar seputar Berkowitz terletak pada pandangannya terhadap konflik Israel-Palestina. Dalam sejumlah tulisannya yang dimuat di media seperti RealClearPolitics, ia kerap membela tindakan Israel dan menilai dukungan terhadap Palestina di kampus-kampus Amerika sebagai bentuk simpati terhadap kelompok radikal.
Beberapa judul tulisannya yang menuai kritik antara lain “Oxford Scholars Betray Their Vocation To Vilify Israel”, “Campus Backing of Hamas Condemns U.S. Higher Education”, dan “Confronting the Woke-Left and Jihad-Enthusiast Alliance”. Judul-judul ini menunjukkan sikap kerasnya terhadap pihak-pihak yang menyoroti agresi militer Israel.
Tidak mengherankan jika kehadirannya di UI dianggap sebagai langkah kontroversial, terutama bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar mendukung perjuangan Palestina.
Dalam cuplikan video yang beredar, Berkowitz menyinggung tentang pentingnya konstitusi dalam menjamin kebebasan dasar. Ia memuji Indonesia karena memiliki landasan konstitusional yang melindungi hak-hak warga negara.
Tema orasi yang ia sampaikan bertajuk “Pendidikan untuk Kebebasan dan Demokrasi”. Namun, kritik tetap bermunculan karena publik menilai UI seolah memberi panggung kepada sosok yang memiliki rekam jejak pro-Israel.
Berdasarkan poster acara, Berkowitz hadir bersama narasumber lain seperti Heri Hermansyah dan Sigit P. Santosa. Namun, nama Berkowitz-lah yang memicu kontroversi luas. Hingga kini, pihak UI belum memberikan penjelasan resmi mengenai alasan pemilihan pembicara tersebut.