astakom, Jakarta – Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tengah mempersiapkan langkah penting yang akan memiliki implikasi besar bagi masa depan laut global dan visi nasionalnya melalui ratifikasi perjanjian laut global.
Perjanjian yang secara resmi dikenal sebagai Perjanjian tentang Konservasi dan Pemanfaatan Berkelanjutan Keanekaragaman Hayati Laut di Luar Yurisdiksi Nasional (BBNJ) ini dilakukan pemerintah melalui melalui Peraturan Presiden (Perpres) 67/2025.
Baca juga :
Tidak ada rekomendasi yang ditemukan.
Langkah ini dipandang sebagai tonggak sejarah yang akan memperkuat posisi Indonesia di kancah maritim internasional, sekaligus mendorong pembangunan ekonomi biru berkelanjutan di dalam negeri.
Pasalnya, perjanjian laut global ini menyediakan kerangka kerja komprehensif untuk pengelolaan laut lepas, wilayah yang mencakup sekitar dua pertiga dari total luas lautan dunia, sehingga dinilai dapat membawa dampak positif di berbagai sektor, mulai dari politik, ekonomi, hingga lingkungan.
Secara politis, ratifikasi Perjanjian Laut Global menjadi langkah strategis bagi Indonesia dalam mewujudkan visi ‘Poros Maritim Dunia’ yang selama ini digaungkan. Dengan bergabung dalam perjanjian ini, Indonesia akan menegaskan komitmennya terhadap multilateralisme dan menunjukkan kepemimpinannya dalam isu-isu kelautan global.
“Keberanian dan keteladanan diplomasi Indonesia meratifikasi Perjanjian Laut Global, patut dirayakan dengan kesadaran akan kesiapan implementasinya, agar benar-benar berkelanjutan dan berkeadilan,” ujar Juru Kampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara, Arifsyah Nasution, dikutip astakom.com, Minggu (7/6).
Selain itu, ratifikasi ini diharapkan dapat mendorong kerja sama regional yang lebih erat di antara negara-negara ASEAN, khususnya dalam pengelolaan sumber daya laut bersama dan pemberantasan praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU fishing).
Dari perspektif ekonomi, Perjanjian Laut Global sangat selaras dengan upaya Indonesia untuk mengembangkan ‘ekonomi biru’ yang berkelanjutan, sesuai dengan 5 Program Prioritas Ekonomi Biru yang dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pengelolaan laut lepas yang bertanggung jawab yang diusung perjanjian ini diharapkan dapat menjamin keberlanjutan jangka panjang industri perikanan dan sektor kelautan lainnya yang vital bagi perekonomian nasional.
Salah satu peluang ekonomi paling menjanjikan adalah mekanisme pembagian keuntungan yang adil dan merata dari pemanfaatan sumber daya genetik laut. Dengan kekayaan keanekaragaman hayati lautnya yang melimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk berperan aktif dalam penelitian dan komersialisasi sumber daya ini.
“Untuk itu, literasi dan urgensi penguatan paradigma serta kerangka sistem dan kebijakan dalam tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan harus senantiasa mengarusutamakan pendekatan berbasis HAM,” ujar Arifsyah mengingatkan.