astakom, Jakarta — Meski neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus USD4,3 miliar pada Mei 2025, pemerintah menyoroti satu isu krusial yang dapat menghambat laju perdagangan, yakni biaya logistik nasional yang masih tinggi.
Saat ini, beban logistik Indonesia mencapai 14,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga.
Baca juga
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, efisiensi logistik menjadi kunci strategis untuk memperkuat daya saing nasional. Pemerintah pun menargetkan penurunan biaya logistik menjadi 12,5 persen, bahkan hingga 8 persen dalam jangka menengah.
“Pemerintah juga akan terus berupaya termasuk deregulasi di sektor logistik agar kita bisa single digit,” tegas Airlangga dalam acara peluncuran ALFI Conference and Exhibition (CONVEX) 2025, dikutip astakom.com, Kamis (3/7).
Untuk mendukung hal itu, Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan menjadi payung hukum penguatan logistik nasional.
Tiga strategi utama dalam Perpres tersebut meliputi, penguatan infrastruktur dan konektivitas, digitalisasi sistem logistik nasional, serta penguatan kapasitas SDM dan pelaku jasa logistik.
“Karena efisiensi dengan digitalisasi akan berjalan secara lebih baik,” ujarnya.
Indonesia sendiri berada di peringkat 61 dari 139 negara dalam Logistics Performance Index (LPI) 2023. Ini menjadi pekerjaan rumah besar untuk memperbaiki sistem distribusi, terutama dalam menghadapi tantangan global dan menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Airlangga menambahkan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta sangat penting. “Logistik meningkatkan daya saing dan dengan daya saing kita akan mampu untuk menumbuhkan ekonomi. Ekonomi tumbuh akan mendorong investasi, investasi tumbuh akan menciptakan lapangan kerja,” katanya.
Di saat yang sama, pemerintah juga aktif melakukan negosiasi dengan kawasan mitra dagang regional untuk memperluas akses pasar produk dalam negeri.