astakom, Jakarta – Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar mengajak para kepala daerah untuk menjadikan agama sebagai kekuatan dalam mempersatukan bangsa, bukan alat pemecah belah.
Seruan ini disampaikan saat memberikan materi dalam Orientasi Kepemimpinan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025 Gelombang II, yang digelar di Kampus IPDN, Jatinangor, Kamis (26/6).
Baca juga
Dalam pidatonya yang berlangsung di Balairung Rudini, Menag menegaskan bahwa keberagaman bangsa Indonesia menuntut pendekatan komunikasi yang menyentuh titik tengah, bukan yang mendorong perpecahan.
“Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat plural dan heterogen, sehingga kita harus menggunakan pendekatan sentripetal, yaitu pendekatan yang mencari titik tengah di antara banyaknya titik,” ujar Menag dalam keterangannya, dikutip astakom.com, Kamis (26/6).
“Jangan menggunakan pendekatan sentrifugal yang cenderung membubarkan semua titik,” jelasnya menegaskan.
Menag mengingatkan, agama adalah unsur vital dalam interaksi sosial masyarakat Indonesia. Ia menyarankan agar para pemimpin tidak sekadar menyampaikan pesan, tetapi menyampaikannya dengan hati.
“Segala sesuatu yang keluar dari hati yang terdalam akan sampai ke hati yang terdalam juga, jadi sebelum berkomunikasi kepada masyarakat agar melakukan pembatinan”, ungkapnya.
Lebih lanjut, Nasaruddin mengibaratkan agama seperti nuklir berdaya besar dan bisa berdampak ganda. Jika dikelola dengan bijak, agama dapat menjadi medium komunikasi yang efektif dan konstruktif. Namun jika disalahgunakan, bisa menciptakan konflik horizontal yang memecah persatuan bangsa.
“Agama itu seperti Nuklir, jika digunakan dengan baik maka akan bermanfaat dalam kehidupan manusia. Selain itu, juga dapat menghancurkan kehidupan manusia,” ujarnya
Terkait dengan Moderasi Beragama, Menag menegaskan bahwa esensinya bukan mengubah isi agama, melainkan cara umat memaknai dan menjalankannya.
“Moderasi Beragama bukan untuk mengubah agama yang tadinya tradisional menjadi modern, melainkan untuk mengubah cara kita beragama, tanpa mengubah teks di kitab suci kita”, tegasnya.
Sebagai penutup, Nasaruddin menekankan pentingnya kepemimpinan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional.
“Orientasi ini diadakan untuk mencerdaskan intelektual dan juga emosional. Karena tugas kita selain mencerdaskan intelektual masyarakat, kita juga perlu mencerdaskan emosionalnya, sehingga menciptakan lingkungan beragama yang harmonis,” ujarnya.
Sebagai informasi, orientasi tersebut diikuti oleh 86 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta sejumlah praja IPDN. Acara ini menjadi panggung pengingat bahwa agama, jika dimaknai secara moderat, dapat menjadi jembatan emas menuju kehidupan berbangsa yang damai dan inklusif.