Kamis, 5 Jun 2025
Kamis, 5 Juni 2025

Salam Asta, Catatan untuk Penjaga Gerbang Negara: Letjen Djaka dan Misi di Bea Cukai

astakom, Jakarta– Era ekonomi digital telah mengubah wajah perdagangan global. Transaksi melalui e-commerce meningkat tajam, ditandai dengan frekuensi tinggi dan nilai kecil, yang menuntut kepabeanan bersikap adaptif, cepat, dan akurat.

Direktortat Jenderal Bea Cukai (DJBC) diharapkan mampu berperan maksimal sebagai pemberi fasilitas perdagangan, peningkatan kelancaran arus barang dan perdagangan sehingga dapat menekan ekonomi biaya tinggi yang pada akhirnya akan menciptakan iklim perdagangan yang kondusif. Memberi dukungan kepada industri dalam negeri sehingga memiliki keunggulan kompetitif dalam pasar internasional. Revenue Collector Community Protector Trade Facilitator Industrial Assistance.

Presiden Prabowo Subianto resmi menunjuk Letnan Jenderal Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai, menggantikan Askolani. Saat ini, Djaka masih menjabat sebagai Sekretaris Utama di Badan Intelijen Negara (BIN), posisi yang ia emban sejak Oktober 2024.

Meski telah bertemu langsung dengan Presiden Prabowo, Djaka memilih irit bicara dan enggan memberikan pernyataan kepada media. Konfirmasi atas penunjukan Djaka datang dari Bimo Wijayanto, yang juga ditunjuk sebagai Dirjen Pajak.

Sebagai Dirjen Bea Cukai, Djaka akan dihadapkan pada sejumlah tantangan besar, mulai dari menjaga stabilitas penerimaan negara, memperkuat pengawasan, hingga menegakkan hukum di sektor kepabeanan. Salah satu pekerjaan rumah utama adalah menekan praktik penyelundupan dan peredaran barang tanpa cukai yang berpotensi menggerus pendapatan negara.

Di sisi lain, upaya penyederhanaan administrasi dan tata kelola pelabuhan juga menjadi sorotan. Langkah ini penting untuk mempercepat arus barang, mempermudah perdagangan, dan memangkas birokrasi yang selama ini kerap menjadi keluhan pelaku usaha.

Penerimaan Tak Stabil, Tantangan di Sektor Tembakau
Dalam sepuluh tahun terakhir, tren penerimaan pajak mengalami kenaikan yang cukup stabil, kecuali pada 2020 dan 2023 yang terdampak pandemi dan tekanan ekonomi global. Namun, penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai justru cenderung stagnan.

Rata-rata pertumbuhan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai dalam tujuh tahun terakhir hanya 7,11 persen, tertinggal dibanding pajak yang tumbuh di atas 8 persen. Salah satu penyebabnya adalah penurunan produksi rokok akibat kenaikan tarif cukai tembakau yang dinilai terlalu agresif.

Kebijakan tarif yang terlalu tinggi menyebabkan produksi rokok menurun. Pada 2022, cukai hasil tembakau tercatat Rp 218,3 triliun dari 323,9 miliar batang rokok, dengan kenaikan tarif 12 persen. Namun, pada 2023, produksi turun menjadi 318,1 miliar batang dan penerimaan ikut melorot menjadi Rp 213,5 triliun. Di 2024, meski produksi kembali turun, penerimaan sedikit membaik ke Rp 216,9 triliun.

Kuartal I 2025 menunjukkan tren yang sama. Penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tercatat Rp 55,7 triliun, namun produksi rokok golongan I turun 10,9 persen dari tahun sebelumnya.

Langkah Strategis DJBC ke Depan
Bea Cukai perlu mengadopsi berbagai strategi agar penerimaan tetap optimal. Di antaranya, menaikkan tarif secara moderat dan memperluas barang kena cukai ke produk seperti plastik dan minuman bergula. Pengawasan barang ilegal pun perlu diperketat, serta pelaksanaan audit pasca-pengeluaran (post-clearance audit) diperkuat.

Pemerintah juga mempertimbangkan relaksasi pelunasan pita cukai sebagai upaya menjaga penerimaan tanpa membebani industri. Digitalisasi melalui CEISA 4.0 menjadi kunci dalam menciptakan sistem kepabeanan yang efisien dan transparan.

Tantangan dan Peluang di Era Digital
Era ekonomi digital telah mengubah wajah perdagangan global. Transaksi melalui e-commerce meningkat tajam, ditandai dengan frekuensi tinggi dan nilai kecil, yang menuntut kepabeanan bersikap adaptif, cepat, dan akurat. Mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan Bea Masuk, PDRI, dan Cukai. Melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang yang dilarang atau dibatasi yang dapat mengganggu kesehatan dan keamanan serta moralitas.

Fluktuasi harga komoditas, konflik geopolitik, serta perlambatan ekonomi global juga berdampak pada penerimaan negara. Penurunan volume ekspor batu bara, sawit, dan mineral, misalnya, turut memengaruhi bea keluar. Sebaliknya, lonjakan harga komoditas bisa menambah tekanan inflasi dalam negeri.

Teknologi seperti big data dan kecerdasan buatan diharapkan bisa membantu sistem kepabeanan mendeteksi pelanggaran secara lebih efisien. Namun, keamanan data menjadi tantangan tersendiri, mengingat tingginya risiko kebocoran dan manipulasi data transaksi.

Program Reformasi Birokrasi dan Kolaborasi Regional
Sejak 2021, pemerintah menggulirkan Program Reformasi Kepabeanan Berkelanjutan (PRKCB) yang terintegrasi dengan National Logistics Ecosystem (NLE). Tujuannya: mempercepat arus barang, memangkas biaya logistik, dan meningkatkan transparansi.

Kebijakan tarif baru untuk plastik, elektronik, dan kendaraan bermotor juga diberlakukan guna menambah penerimaan tanpa menghambat perdagangan. Kolaborasi dalam skema ASEAN Single Window turut mempercepat proses ekspor-impor dan meningkatkan daya saing.

Rekomendasi untuk Pemerintah
Pemerintah perlu memperkuat infrastruktur digital dan sumber daya manusia (SDM). Investasi dalam teknologi analitik dan keamanan data harus dipercepat, disertai peningkatan kompetensi pegawai dalam menghadapi tantangan ekonomi digital.

Kebijakan fiskal dan non-fiskal seperti tax holiday serta insentif teknologi bagi UKM juga perlu diperluas dan diawasi pelaksanaannya secara ketat. Tanpa itu, daya tahan sektor industri kecil dalam persaingan global akan sulit terjaga.

Kerja sama internasional pun menjadi kunci. Indonesia perlu memperkuat relasinya dengan WTO dan lembaga global lainnya agar kebijakan kepabeanan tetap sejalan dengan standar internasional dan tidak menjadi penghambat perdagangan.

Tantangan Jalan ke Depan DJBC
Pemerintah perlu bersikap tegas dalam menata e-commerce lintas negara. Melalui regulasi seperti PMK 96/2023, serta sinergi antara DJBC, Kementerian Perdagangan, Kemenkeu, dan pelaku industri, Indonesia berupaya menyeimbangkan peluang digital dengan perlindungan industri dalam negeri.

Langkah ini penting tidak hanya untuk mendukung pertumbuhan UMKM, tetapi juga menjaga keadilan perdagangan dan mendukung perekonomian nasional secara menyeluruh.

Dengan hadirnya Sang Jenderal Djaka Budhi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai telah mampu menjadi penegasan, pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto menunjukkan keseriusan dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas, demi kemajuan Indonesia yang lebih baik.

Selamat Bertugas Jenderal, Djaka!..

Salam Gen Asta,

Editor in Chief

 

 

Rubrik Sama :

Gen Asta Perlu Tahu! Minang dan Pancasila: Warisan Kearifan Lokal Jati Diri Bangsa

astakom, Jakarta- Tahukah Gen Asta, jauh sebelum Pancasila dirumuskan sebagai dasar dan sumber segala sumber hukum Negara Republik Indonesia, masyarakat Minangkabau telah menjalankan Pancasila...

Keren! Simak ini Gen Asta, Diplomasi Berbuah Manis Indonesia-Prancis Teken Kesepakatan Strategis Lintas Sektor

astakom, Jakarta — Gen Asta, Diplomasi Presiden Prabowo Subianto membuahkan hasil gemilang. Dalam kunjungan kenegaraan ke Prancis, Indonesia dan Prancis menandatangani puluhan dokumen kerja...

Menyala di Harkitnas Gen Asta! Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat

astakom, Jakarta- Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) kembali diperingati pada Selasa, 20 Mei 2025. Momen bersejarah ini menandai 117 tahun sejak lahirnya organisasi Budi Utomo...

Gen Asta… Ayo Kawal Arah Bangsa Sesuai Pancasila dan UUD 1945

astakom, Jakarta – Ada yang menarik dari pidato Presiden Prabowo. Dalam sidang Kabinet Merah Putih evaluasi pemerintahan enam bulan pertama, di Istana Negara, Presiden...
Cover Majalah

Update