astakom, Kepulauan Riau – Di balik megahnya proyek migas Forel dan Terubuk di Laut Natuna, ada kisah ribuan tangan-tangan terampil anak bangsa yang bekerja tanpa lelah demi kemandirian energi Indonesia.
Sebanyak 2.300 tenaga kerja lokal, termasuk 1.386 yang bekerja di galangan kapal Batam, menjadi saksi bahwa industri migas nasional kini tidak lagi bergantung pada asing.
Baca juga
Keberhasilan produksi minyak perdana proyek ini langsung mendapatkan pujian istimewa dari Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.
Ia menyampaikan rasa bangga atas kemajuan dan kematangan pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi (migas) nasional.
Apalagi seluruh komponen utama proyek ini diproduksi oleh pabrikan dalam negeri. Sebuah capaian besar yang menandai penguasaan teknologi anak bangsa.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pun menegaskan pentingnya capaian ini.
Ia menyebut proyek ini sebagai bukti bahwa keterbatasan geografis tak menjadi penghalang bagi semangat dan ketangguhan putra-putri Indonesia.
“Kami berada pada posisi 60 mil dari daratan, laut, dengan kedalaman sekitar 90 meter. Ini adalah wilayah kerja untuk minyak yang paling terjauh di Indonesia sekarang ini,” jelas Bahlil dalam laporannya di atas anjungan lepas pantai Lapangan Migas Forel, Laut Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (16/5), seperti dikutip astakom.com.
Membentang pada Wilayah Kerja (WK) South Natuna Sea Block B, Provinsi Kepulauan Riau, proyek ini memiliki 16 platform lepas pantai, tiga lapangan bawah laut, serta dua Floating production storage and offloading (FPSO), Marlin Natuna dan Belanak.
Kapal raksasa-dulu tanker biasa-disulap menjadi tempat produksi penyimpanan dan pembongkaran minyak.
Kini, berkat tangan-tangan para pekerja lokal di galangan PT Dok Warisan Pertama di Batam, FSPO Marlin Natuna resmi menjadi FSPO pertama di Indonesia yang sepenuhnya hasil konversi di dalam negeri.
Sementara itu, FPSO Belanak sudah dikenal sebagai salah satu unit tercanggih di dunia, mampu memproduksi empat jenis hasil tambang laut, dari minyak mentah hingga naphta (produk hasil penyulingan minyak mentah).
Dominasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sangat kental dalam pengerjaan proyek. Tak hanya tenaga kerja, komponen pendukung lainnya – dari pipa hingga sistem control – mayoritas berasal dari produsen dalam negeri.
Dengan produksi mencapai 30.000 barrels of oil equivalent per day (BOEPD), kedua lapangan ini menjadi pijakan awal bagi langkah pemerintah menuju swasembada energi nasional.
“Insya Allah kami sebagai patriot bangsa akan siap menjalankan,” tekad Bahlil.
Kesuksesan proyek ini menyulut optimisme pemerintah terhadap masa depan energi nasional. Target Presiden Prabowo untuk mencapai produksi satu juta barel minyak per hari pada tahun 2030 bukan lagi sekadar mimpi.
Forel dan Terubuk menjadi bagian dari cerita besar tentang kedaulatan, kerja keras, dan semangat bangsa dalam menegakkan kemandirian di sektor energi.