astakom, Balikpapan – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi dengan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kalimantan Timur, Irjen Pol. Endar Priantoro, sepakat memperkuat koordinasi dalam Upaya pencegahan kekerasan terhadap Perempuan dan anak di Provinsi Kalimantan Timur, di Balikpapan, Senin (12/5).
Kesepakatan itu juga termasuk pengawasan terhadap potensi kejahatan terorganisir di sekitar Otorita Ibu Kota Negara (OIKN).
”Pendekatan dari hulu dalam perlindungan perempuan dan anak menjadi sangat penting dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tutur Arifah, dikutip Astakom dari rilis Kemen PPPA, Kamis (15/5).
Arifah menyatakan, selama ini Kemen PPPA sering menjadi ‘pemadam kebakaran’ jika ada kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak.
Oleh karena itu, pihaknya ingin mulai menangani persoalan dari akar, melalui kolaborasi multipihak di tingkat desa termasuk dengan Kepolisian.
Menurut Arifah, setidaknya ada tiga program prioritas Kemen PPPA untuk mengatasi persoalan tersebut. Yakni, Ruang Bersama Indonesia (RBI) sebagai model kolaboratif pencegahan kekerasan berbasis komunitas, penguatan layanan Call Center SAPA 129, dan pengembangan Satu Data Perempuan dan Anak berbasis Desa.
Menteri PPPA menekankan pentingnya peran Aparat Penegak Hukum (APH) yang memiliki perspektif mengutamakan kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak, terutama dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
”Kita perlu memastikan bahwa setiap langkah penegakan hukum mempertimbangkan kebutuhan dan hak-hak korban, terutama perempuan dan anak yang rentan terhadap kekerasan,” ujar Menteri PPPA.
Arifah menambahkan, berdasarkan data SIMFONI PPA, sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 1002 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Kalimantan Timur.
Korban terbanyak merupakan perempuan dengan persentase 32,2 persen untuk perempuan dewasa dan anak perempuan sebesar 54,3 persen.
Hingga Maret 2025, lanjut Arifah, terdapat 224 kasus kekerasan dengan jumlah terbanyak ada di Kota Samarinda sebesar 50 kasus. ”Angka ini menunjukkan bahwa kekerasan masih menjadi tantangan pembangunan yang memerlukan perhatian dan penanganan lintas sektor secara terintegrasi,” jelasnya.
Melihat jumlah kasus kekerasan yang tidak sedikit di Provinsi Kalimantan Timur, Arifah menyebut perlu adanya koordinasi dan sinergi yang berkelanjutan antara Kemen PPPA dan aparat penegak hukum.
”Terutama Kapolda Kalimantan Timur dalam memastikan perlindungan yang maksimal bagi perempuan dan anak,” tandas Arifah.
Sementara Kapolda Kalimantan Timur, Irjen Pol. Endar Priantoro menegaskan kesiapan institusinya untuk mendukung program-program KemenPPPA.
Kapolda juga menyoroti perlunya sinkronisasi berbagai program desa lintas kementerian dan penguatan pemantauan isu-isu yang berkaitan dengan penggunaan media sosial serta potensi penyimpangan di daerah.
”Kami menyadari pentingnya sinergi antarlembaga. Pendekatan penanganan kekerasan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri,” tegas Endar.
Kapolda berjanji untuk terus memperkuat koordinasi dan kolaborasi dalam upaya melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan khususnya di Kalimantan Timur.