Minggu, 29 Jun 2025
Minggu, 29 Juni 2025

Tuna Talks di World Expo 2025 Osaka, Tegaskan Komitmen Perikanan Berkelanjutan Indonesia

astakom, Osaka – Paviliun Indonesia di World Expo 2025 Osaka menyelenggarakan forum bisnis pertama bertajuk Tuna Talks: Exploring Tradition, Heritage & Sustainability in Indonesia’s Tuna Fisheries, pada Jumat (2/5), minggu lalu.

Forum bisnis yang digagas Indonesia Tuna Consortium – terdiri atas Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Yayasan IPNLF Indonesia (YII), Marine Change, dan FairTrade USA (FTUSA) – dikoordinasikan Resonance Global.

Acara yang digelar bertepatan dengan Hari Tuna Sedunia 2 Mei ini, diharapkan mampu menjadi ruang dialog penting untuk mendalami praktik perikanan tuna berkelanjutan di Indonesia, serta membahas pentingnya kolaborasi internasional dan tata kelola laut berkelanjutan.

Strategic Lead Indonesia Tuna Consortium Tilma Komaling menegaskan nilai ekonomi dari tuna bukan hanya terletak pada besarnya volume ekspor.

”Setiap irisan Sashimi Tuna bukan sekadar hasil perdagangan – itu adalah simbol perjuangan nelayan, harapan keluarga, dan komitmen dua negara dalam membangun ekonomi biru yang berkelanjutan,” ujar Tilma.

Selanjutnya, Perwakilan Seafood Legacy Aiko Yamauchi turut menyoroti peran Indonesia sebagai mitra utama dalam rantai pasok tuna global.

”Indonesia saat ini menjadi salah satu pemasok tuna terbesar kedua untuk pasar Jepang, dari total ekspor global sebesar 52,7 ribu ton,” ungkap Aiko.

Salah satu praktik penangkapan ikan yang didalami dalam forum ini adalah metode tradisional Huhate atau pancing joran, yang sering diterapkan di Maluku, Ternate, dan Tidore.

Metode ini dianggap lebih ramah lingkungan karena hanya menangkap ikan berukuran besar, menghindari tangkapan sampingan atau bycatch, dan tidak merusak habitat laut.

Sementara Kai García Neefjes YII menyampaikan Indonesia dapat belajar banyak dari praktik Jepang. “Salah satu hal yang kami pelajari dari Jepang adalah bagaimana mereka mengelola perikanan tuna dengan sangat hati-hati,” ujarnya.

Mereka, lanjut Kai, memiliki sistem yang memastikan umpan tetap hidup di atas kapal lebih lama, sehingga memungkinkan nelayan menangkap ikan dengan cara yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

”Kami ingin mengadaptasi beberapa teknik ini ke Indonesia untuk meningkatkan kualitas tangkapan nelayan lokal tanpa merusak ekosistem laut,” jelasnya.

Sri Sumiati Jalil dari MDPI menambahkan penguatan kelembagaan komunitas nelayan juga menjadi kunci menuju perikanan yang lebih adil.

Menurut Sumiati, perekonomian berkelanjutan dimulai dari pengorganisasian komunitas nelayan dalam koperasi, yang memungkinkan mereka mengurangi ketergantungan pada perantara lokal.

”Dengan menciptakan rantai pasokan yang lebih pendek dan lebih menguntungkan, mereka bisa mendapatkan manfaat langsung dari hasil tangkapan mereka dan meminimalisir kerugian,” terangnya.

Forum bisnis Tuna Talk ini menjadi upaya Indonesia memperkuat posisi sebagai negara kepulauan dengan berkomitmen terhadap pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan.

Hal ini, sekaligus menunjukkan praktik lokal seperti Huhate menjadi contoh nyata praktik ekonomi biru yang seimbang secara ekologis, ekonomi, dan sosial.

”Partisipasi Indonesia dalam World Expo 2025 Osaka ini tidak hanya menampilkan kekayaan alam dan budaya, tetapi juga untuk menggali potensi investasi dan kolaborasi dengan negara-negara lain,” pungkas Direktur Pavilion Indonesia Didik Darmanto.
Tuna Talks di World Expo 2025 Osaka, Tegaskan Komitmen Perikanan Berkelanjutan Indonesia

astakom, Osaka – Paviliun Indonesia di World Expo 2025 Osaka menyelenggarakan forum bisnis pertama bertajuk Tuna Talks: Exploring Tradition, Heritage & Sustainability in Indonesia’s Tuna Fisheries, pada Jumat (2/5), minggu lalu.

Forum bisnis yang digagas Indonesia Tuna Consortium – terdiri atas Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Yayasan IPNLF Indonesia (YII), Marine Change, dan FairTrade USA (FTUSA) – dikoordinasikan Resonance Global.

Acara yang digelar bertepatan dengan Hari Tuna Sedunia 2 Mei ini, diharapkan mampu menjadi ruang dialog penting untuk mendalami praktik perikanan tuna berkelanjutan di Indonesia, serta membahas pentingnya kolaborasi internasional dan tata kelola laut berkelanjutan.

Strategic Lead Indonesia Tuna Consortium Tilma Komaling menegaskan nilai ekonomi dari tuna bukan hanya terletak pada besarnya volume ekspor.

”Setiap irisan Sashimi Tuna bukan sekadar hasil perdagangan – itu adalah simbol perjuangan nelayan, harapan keluarga, dan komitmen dua negara dalam membangun ekonomi biru yang berkelanjutan,” ujar Tilma.

Selanjutnya, Perwakilan Seafood Legacy Aiko Yamauchi turut menyoroti peran Indonesia sebagai mitra utama dalam rantai pasok tuna global.

”Indonesia saat ini menjadi salah satu pemasok tuna terbesar kedua untuk pasar Jepang, dari total ekspor global sebesar 52,7 ribu ton,” ungkap Aiko.

Salah satu praktik penangkapan ikan yang didalami dalam forum ini adalah metode tradisional Huhate atau pancing joran, yang sering diterapkan di Maluku, Ternate, dan Tidore.

Metode ini dianggap lebih ramah lingkungan karena hanya menangkap ikan berukuran besar, menghindari tangkapan sampingan atau bycatch, dan tidak merusak habitat laut.

Sementara Kai García Neefjes YII menyampaikan Indonesia dapat belajar banyak dari praktik Jepang. “Salah satu hal yang kami pelajari dari Jepang adalah bagaimana mereka mengelola perikanan tuna dengan sangat hati-hati,” ujarnya.

Mereka, lanjut Kai, memiliki sistem yang memastikan umpan tetap hidup di atas kapal lebih lama, sehingga memungkinkan nelayan menangkap ikan dengan cara yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

”Kami ingin mengadaptasi beberapa teknik ini ke Indonesia untuk meningkatkan kualitas tangkapan nelayan lokal tanpa merusak ekosistem laut,” jelasnya.

Sri Sumiati Jalil dari MDPI menambahkan penguatan kelembagaan komunitas nelayan juga menjadi kunci menuju perikanan yang lebih adil.

Menurut Sumiati, perekonomian berkelanjutan dimulai dari pengorganisasian komunitas nelayan dalam koperasi, yang memungkinkan mereka mengurangi ketergantungan pada perantara lokal.

”Dengan menciptakan rantai pasokan yang lebih pendek dan lebih menguntungkan, mereka bisa mendapatkan manfaat langsung dari hasil tangkapan mereka dan meminimalisir kerugian,” terangnya.

Forum bisnis Tuna Talk ini menjadi upaya Indonesia memperkuat posisi sebagai negara kepulauan dengan berkomitmen terhadap pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan.

Hal ini, sekaligus menunjukkan praktik lokal seperti Huhate menjadi contoh nyata praktik ekonomi biru yang seimbang secara ekologis, ekonomi, dan sosial.

”Partisipasi Indonesia dalam World Expo 2025 Osaka ini tidak hanya menampilkan kekayaan alam dan budaya, tetapi juga untuk menggali potensi investasi dan kolaborasi dengan negara-negara lain,” pungkas Direktur Pavilion Indonesia Didik Darmanto.

Rubrik Sama :

100 Pasangan Ikut Nikah Massal di Istiqlal, Malam Pertama Nginep di Hotel Gratis

Sebanyak 100 pasangan dari berbagai latar belakang telah resmi menghalalkan hubungan mereka dengan mengikuti prosesi nikah massal di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Sabtu (28/6).

Kinerja Pasar Modal RI Cenderung Melemah Tipis saat Libur Sekolah

Pergerakan pasar modal Indonesia menunjukkan sinyal penurunan kinerja selama sepekan terakhir menjelang libur panjang akhir pekan atau long weekend, yang bertepatan dengan peringatan Tahun Baru Islam 1447 Hijriah.

Menag Sebut Pahala Makcomblang Setara Bangun Masjid

Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar menyerukan peran aktif masyarakat dalam membantu menjodohkan sesama, terutama mereka yang sudah memasuki usia menikah namun belum menemukan pasangan.

Pasar Mulai Bangkit, Investor Bersiap Rotasi ke Saham Perbankan

Peluang rotasi sektor di pasar saham mulai terbuka lebar, seiring dengan meredanya ketegangan geopolitik global dan potensi berakhirnya aksi jual investor asing.
Cover Majalah

Update