astakom, Jakarta – Saat negara-negara besar seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja sibuk memutar otak karena harga beras dunia jeblok, Indonesia justru sedang berada di atas angin, bahkan bersiap untuk menjadi produsen beras terbesar se-ASEAN.
Kabar ini mencuat dari laporan Rice Outlook April 2025 yang dirilis USDA. Indonesia disebut berhasil memproduksi 34,6 juta ton beras giling di musim tanam 2024/2025—angka tertinggi di Asia Tenggara, melampaui Vietnam dan Thailand.
Baca juga
Padahal, dua tahun lalu, Indonesia masih tercatat sebagai negara importir besar bagi kedua negara tersebut. Tak heran bila hal ini membuat geger para eksportir. Sebab, Pasar yang selama ini jadi andalan, seperti Indonesia, mendadak hilang dari radar.
Thailand mencatat ekspor beras mereka turun 30 persen pada kuartal I 2025. Sementara Vietnam harus mencari celah baru di Timur Tengah dan Afrika. Kamboja pun secara terang-terangan mengeluh kehilangan pangsa pasar kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
Di tengah gejolak itu, Indonesia justru tampil tenang. Cadangan beras pemerintah menembus 3,5 juta ton. Angka tertinggi dalam 57 tahun terakhir, dan seluruhnya berasal dari produksi dalam negeri tanpa tambahan impor beras konsumsi.
“Alhamdulillah, hari ini kita buktikan bahwa Indonesia bisa kuat stok berasnya. Ini bukan hanya soal angka, tapi soal kedaulatan dan martabat bangsa,” tegas Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman beberapa waktu lalu, yang dikutip astakom.com, Jumat (9/5).
Keberhasilan ini bukan hasil sulap, tapi kerja keras kolektif dari strategi pompanisasi, distribusi benih unggul, hingga penyerapan hasil panen petani oleh Bulog yang kini telah mengumpulkan 1,8 juta ton. Semuanya dipacu di bawah arahan langsung Presiden Prabowo.
“Ini bukti kalau kita serius, kita bisa mandiri pangan. Target selanjutnya? Bukan tidak mungkin, Indonesia ekspor beras,” ucap Amran penuh semangat.
Sementara negara lain masih sibuk menstabilkan harga dan melindungi petani dari protes, Indonesia mengambil langkah lebih jauh, yakni menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Dengan produksi yang melampaui kebutuhan nasional dan dukungan infrastruktur yang terus diperkuat, Indonesia tengah mengubah arah angin sejarah, yakni dari pengimpor jadi penentu harga regional.