astakom.com, Jakarta — Pengamat politik sekaligus tokoh nasional, Rizal Mallarangeng, menilai pidato Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 sebagai tonggak baru dalam sejarah politik luar negeri Indonesia.
Dalam diskusi terbuka di Jakarta Rabu (24/9) Rizal menekankan bahwa kehadiran Prabowo di forum internasional tersebut menegaskan peran aktif Indonesia di panggung global.
“Dalam hubungannya dengan kita ada tonggak-tonggak penting, ya ini barangkali kita bisa katakan pidato Pak Prabowo tonggak penting salah satunya, tetapi sebelumnya kan tonggak pentingnya sidang umum ke-15, 15 tahun setelah kita merdeka,” kata dia.
Rizal sebelumnya juga mengulas sejarah panjang PBB yang terbentuk setelah dua perang dunia. Menurutnya, meskipun ada kelemahan, PBB berhasil mencegah perang besar selama 80 tahun terakhir.
“The most successful period in the entire human history, itu 80 tahun terakhir, kita bersyukur dong lahir sebagai bagian dari sukses manusia,” katanya.
Ia membandingkan gaya retorika Bung Karno di PBB pada 1960 dengan gaya Prabowo yang dianggap tegas sekaligus elegan.
“Bung Karno kan orator, dia seorang perayu, jadi bukan, jadi juga para pemimpin bangsa juga dia rayu dengan kata-kata yang luar biasa. In the beginning, I’m so sorry, I might not be able to find the words that my heart wants to express “jelasnya menyebut keduanya sama-sama menekankan pesan moral yang kuat.
Rizal juga menyebutkan kutipan Prabowo dari Thucydides, filsuf Yunani, yang terkenal dengan ungkapan “the strong do what they can, the weak suffer what they must.” Menurut Rizal, Prabowo mengambil posisi moral yang lebih tinggi.
“Pak Prabowo bilang, no, might should not always be right, right will forever be right, gitu loh, itu bagus sebagai, sebagai a principle in foreign policy,” tegasnya.
Ia juga menilai solusi praktis yang ditawarkan Prabowo terkait Palestina dan Israel merupakan langkah diplomasi berani.
“Kalau Israel mengakui kedaulatan Palestina, two state solution, maka kita juga mengakui kedaulatan Israel. Ini moral high ground, tetapi praktikal, kalau tidak diberikan hal seperti ini, Israel tidak ada insentif untuk menghentikan agresinya,” kata Rizal.
Lebih jauh, Rizal menekankan bahwa ke depan peran Indonesia akan semakin ditentukan oleh kemajuan ekonomi dan teknologi dalam negeri.
“Kalau mau berperan lebih efektif, kita harus menjadi negara yang lebih makmur, kita harus menjadi negara yang lebih terbuka, maju dengan teknologi yang berkembang, dengan perdagangan yang berkembang. If we become poorer, boleh kita ngomong sekeras apapun, our role will become diminished,” ujarnya.
Meski dunia tengah diwarnai konflik Ukraina hingga Gaza, Rizal tetap optimistis. Ia menilai pidato Prabowo di PBB menunjukkan arah bahwa Indonesia ingin menjadi bagian solusi, bukan masalah.
“Tetapi bahwa kita mengirim presiden, dan presiden bicara 20 menit, it’s a very serious business, kita bicara, kita pidato, kita tidak berpartisipasi atau menginisiasi perang, seperti Presiden Putin, seperti Benjamin Netanyahu, kita menginisiasi dialog,” ungkapnya.
Gen Z Takeaway
Pengamat politik Rizal Mallarangeng bilang pidato Presiden Prabowo di forum PBB merupakan tonggak baru sejarah politik luar negeri Indonesia. Ini juga sekaligus nunjukin peran aktif Indonesia di panggung global. Tonggak sejarah lain pernah terjadi pada 1960, saat Presiden Soekarno berpidato di forum yang sama. Rizal menilai solusi praktis yang ditawarkan Prabowo terkait Palestina dan Israel merupakan langkah diplomasi berani, yaitu two state solution.