astakom.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa Digital Economic Framework Agreement (DEFA) merupakan terobosan penting dari Indonesia yang bisa menjadi benteng pertahanan ASEAN dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, termasuk perang tarif global.
Menurut Airlangga, gagasan besar yang membuat Indonesia kian dilirik negara-negara anggota OECD ini bukan hanya mempercepat integrasi ekonomi digital, tetapi juga dapat diibaratkan sebagai “imun” bagi kawasan.
“Jadi dunia sedang melihat kepada kita, dan ini menjadi alternatif kalau terjadi perang tarif. Ini adalah imun terhadap perang tarif karena ini adalah digital dan services,” ujarnya dalam acara AI Innovation Summit (AIIS) 2025 di Jakarta, Selasa (16/9), dikutip astakom.com.
Aturan Digital Terintegrasi ASEAN
Airlangga menjelaskan, DEFA mencakup sejumlah aspek penting, mulai dari sistem pembayaran digital, kerja sama finansial lintas negara, e-commerce, hingga bea masuk lintas batas.
Indonesia sendiri sudah lebih maju dibanding kawasan lain dengan penerapan sistem pembayaran QRIS, yakni sistem pembayaran digital berbasis QR Code, yang kini dapat digunakan di lima negara ASEAN plus Jepang.
Dari sisi potensi, DEFA diyakini mampu menggandakan nilai ekonomi digital ASEAN dari US$1 triliun pada 2030 menjadi US$2 triliun. Untuk Indonesia, kontribusinya diperkirakan mencapai US$500–700 miliar.
“Jangan sampai potensi sebesar itu di-outsource ke negara lain. Harus dikuasai oleh talenta digital kita sendiri,” kata Airlangga.
Talenta Digital Jadi Kunci
Airlangga menekankan pentingnya link and match antara perguruan tinggi dan industri digital. Skema magang yang ditanggung pemerintah disebut dapat membuka peluang bagi lulusan lintas disiplin untuk mempercepat transformasi digital di berbagai sektor.
“Digitalisasi tidak hanya milik jurusan teknik, semua disiplin bisa terlibat. Terutama dengan hadirnya AI,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan berbagai program pendukung, seperti platform pemasaran untuk UMKM, modernisasi kampung nelayan dengan teknologi AI, hingga percepatan konektivitas lewat satelit orbit rendah (LEO).
Indonesia bahkan telah menyelesaikan AI Readiness Assessment bersama UNESCO dan tengah mendorong strategi nasional AI yang berfokus pada kebijakan, etika, riset, investasi, serta pengembangan talenta.
“AI adalah kekuatan yang tidak terhentikan. Kebijakan kita harus inklusif agar semua anak bangsa bisa terlibat,” tegas Airlangga.
Airlangga optimistis DEFA dan ekosistem digital akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi, baik bagi Indonesia maupun ASEAN. Hal ini sekaligus menegaskan kesiapan Indonesia menjadi pemimpin ekonomi digital di ASEAN.
“Ekonomi digital adalah peluang emas, dan Indonesia siap menjadi pemimpin di kawasan,” pungkasnya.
Gen Z takeaway
DEFA ini basically jadi “tameng digital” ASEAN biar nggak gampang goyah kalau dunia ribut perang tarif. Buat Indo sendiri, potensinya gokil—bisa nyumbang ratusan miliar dolar ke ekonomi digital asal talenta lokal yang pegang kendali, bukan diambil alih negara lain.
Dari QRIS lintas ASEAN sampai strategi AI nasional, semua disiapin biar Indonesia nggak cuma jadi penonton, tapi leading player di game ekonomi digital. Jadi kalau kata Airlangga, ini golden ticket kita buat buktiin Indo bisa jadi pusat digital power di kawasan.