astakom.com, Jakarta – Keputusan politisi Partai Gerindra, Rahayu Saraswati yang mengundurkan diri dari jabatan anggota DPR RI periode 2024-2029 menuai pujian dari sejumlah pihak. Salah satunya dari pengamat politik yang sekaligus Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi.
Menurutnya, langkah keponakan Presiden Prabowo Subianto tersebut bukanlah semata-mata tindakan administratif saja, melainkan ekspresi tanggung jawab moral kepada masyarakat.
“Moralitas seorang pejabat publik tidak diukur dari seberapa kuat ia mempertahankan kursi, melainkan dari kesanggupan mengakui kekhilafan dan bersedia mundur ketika kepercayaan publik terguncang,” kata Haidar Alwi dalam keterangan tertulisnya, dikutip astakom.com, Jumat (12/9).
Dalam konteks ini, kata Haidar, pengunduran diri menjadi bentuk akuntabilitas yang jarang ditunjukkan oleh politisi Indonesia. Dimana mayoritas lebih memilih bertahan meski dilanda kritik keras. Dengan demikian, sikap Rahayu dapat dibaca sebagai pembalikan paradigma, bahwa moralitas lebih utama daripada kekuasaan.
“Permintaan maaf yang ia sampaikan secara terbuka menyatakan pengakuan atas kedaulatan rakyat. Dalam politik, permintaan maaf semacam ini jarang terdengar, karena umumnya pejabat lebih sering berlindung di balik narasi ‘digoreng’ atau ‘dipelintir’,” tutur Haidar Alwi.
Oleh karena itu, menurutnya, permohonan maaf Rahayu menampilkan standar moral yang lebih tinggi. Haidar menilai sosok Rahayu yang kerap menyuarakan isu-isu anak muda dan perempuan itu menempatkan rakyat sebagai hakim tertinggi dan dirinya sebagai pihak yang wajib mempertanggungjawabkan ucapan maupun tindakannya.
Meski mundur, Rahayu tetap berkomitmen menyelesaikan pembahasan RUU Kepariwisataan. Tindakan ini mewakili tanggung jawab politik terhadap institusi legislatif dan konstituen. Politik, dalam makna substantifnya, adalah menyampaikan amanat rakyat melalui instrumen negara.
“Dengan menyelesaikan ‘tugas terakhir’ sebelum mundur, Rahayu menghindari kesan ‘lari dari tanggung jawab’ dan justru memastikan bahwa proses legislasi tidak terabaikan. Inilah yang membedakan pengunduran dirinya dari sekadar bentuk penarikan diri pribadi; ia tetap menjaga kesinambungan fungsi institusional,” jelas Haidar Alwi.
Lebih lanjut, Haidar menyoroti kesediaan Rahayu dalam menyampaikan permintaan maaf menampilkan kesadaran politik, bahwa ucapan pejabat publik bukan sekadar opini pribadi, melainkan memiliki konsekuensi simbolik yang luas. Dalam tradisi politik modern, setiap pernyataan pejabat adalah representasi negara dan dapat mempengaruhi legitimasi publik.
“Rahayu tampak memahami hal ini, sehingga memilih untuk memikul beban kesalahan sepenuhnya daripada menghindar. Sikap ini merupakan bentuk kedewasaan politik yang langka,” ungkap Haidar Alwi.
Dalam kultur politik Indonesia, mundurnya pejabat karena kesalahan pernyataan atau kehilangan kepercayaan publik merupakan peristiwa langka. Namun menurutnya, Rahayu Saraswati dengan tindakannya membuka ruang diskursus baru, bahwa akuntabilitas moral harus berjalan seiring dengan akuntabilitas politik.
“Keberanian mundur bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang menunjukkan penghormatan terhadap etika jabatan. Secara lebih luas, tindakannya dapat menjadi preseden bagi pejabat publik lain untuk menempatkan moralitas sebagai dasar pengambilan keputusan politik,” ujarnya.
Menurut Haidar, langkah Rahayu Saraswati mengundurkan diri sekaligus meminta maaf kepada publik adalah pelajaran penting yang patut dicontoh oleh para politisi Indonesia. Pasalnya, Rahayu tidak hanya bertanggung jawab secara prosedural kepada partai atau DPR, tetapi juga secara moral kepada rakyat yang diwakilinya.
“Inilah esensi kepemimpinan publik yang sesungguhnya: mengakui kekeliruan, menjaga martabat institusi, dan menempatkan kepercayaan rakyat sebagai landasan politik. Dalam lanskap politik Indonesia yang sering terjebak pada pragmatisme kekuasaan, langkah ini patut diapresiasi sebagai cermin keberanian dan integritas,” pungkasnya.
Rahayu Saraswati Mundur dari DPR
Sebelumnya, Sara yang merupakan keponakan Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan keputusannya mengundurkan diri dari DPR. Hal itu disampaikannya dalam sebuah video di akun Instagram pribadinya.
“Saya menyatakan pengunduran diri saya sebagai anggota DPR RI kepada Fraksi Partai Gerindra,” kata Sara melalui sebuah video yang ia unggah dj akun Instagram pribadinya, dikutip astakom.com, Rabu (10/9).
Sara menjelaskan bahwa pengunduran dirinya berawal dari rasa tanggung jawab moril setelah pernyataannya dalam sebuah podcast viral di media sosial.
Video itu merupakan cuplikan dari podcast “Rahayu Saraswati kupas isu perempuan hingga kolaborasi ekonomi kreatif” yang tayang di YouTube Antara pada 28 Februari 2025.
Dalam video tersebut, Sara sebenarnya mengajak anak muda untuk berani membuka lapangan kerja dan menjadi entrepreneur. Namun, potongan singkat berdurasi lebih dari dua menit itu justru dipelintir hingga memicu kontroversi publik.
“Cukup panjang sebenarnya 2 menit lebih yang dijadikan beberapa kalimat oleh pihak-pihak yang ingin menyurutkan api amarah masyarakat,” jelas keponakan Presiden Prabowo Subianto itu.
Sara menegaskan, bahwa dirinya tidak pernah bermaksud meremehkan perjuangan anak muda yang sedang berjuang menghadapi berbagai kesulitan dalam berusaha.
“Tidak ada maksud maupun tujuan dari saya sama sekali untuk meremehkan bahkan merendahkan upaya dan usaha yang dilakukan oleh masyarakat terutama anak-anak muda,” ujarnya.
Meski demikian, Sara memilih menanggalkan jabatannya sebagai wakil rakyat dari Dapil Jakarta III sebagai bentuk tanggung jawab. Ia juga menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat.
“Kesalahan sepenuhnya ada di saya. Oleh sebab itu melalui pesan ini saya ucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas ungkapan dan kesalahan saya,” tegas Sara.
Meski telah mengajukan pengunduran diri, Sara berharap masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan satu agenda penting di Komisi VII DPR RI, yakni pembahasan RUU Kepariwisataan.
“Saya berharap masih dapat diberikan kesempatan untuk menyelesaikan satu tugas terakhir yaitu pembahasan dan pengesahan RUU Kepariwisataan,” ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR itu.
Gen Z Takeaway
Keputusan Rahayu Saraswati cabut dari DPR tuh vibes-nya beda banget dari politisi kebanyakan—dia literally nunjukin kalau punya integritas itu lebih penting daripada ngejaga kursi. Alih-alih ngegas nyalahin orang lain atau playing victim, dia malah minta maaf langsung ke publik dan tetep nyelesain RUU terakhirnya biar nggak kelihatan kabur dari tanggung jawab.
Rare banget ada pejabat Indo yang berani ngelakuin ini, jadi bisa dibilang Rahayu lagi bikin trend baru: politik bukan cuma soal power flex, tapi soal accountability yang real.