astakom.com, Jakarta – Polda Jawa Timur (Jatim) menegaskan siap menindaklanjuti Surat Edaran (SE) Bersama yang ditandatangani Gubernur Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim, dan Panglima Kodam V/Brawijaya terkait pembatasan penggunaan sound system horeg alias sound horeg.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan, pihaknya akan menegakkan aturan yang memiliki 13 landasan hukum tersebut, yang mengatur pedoman pembatasan penggunaan sound horeg di lingkungan masyarakat, khususnya di Jawa Timur.
“Ada empat poin penting yang menjadi perhatian, yaitu pembatasan tingkat kebisingan, pembatasan dimensi kendaraan, pembatasan waktu, tempat, dan rute kendaraan yang membawa sound system, serta pengaturan penggunaan sound system untuk kegiatan sosial di masyarakat,” ujar Abast dalam keterangan video, dikutip astakom.com, Rabu (13/8).
Berdasarkan ketentuan, kegiatan sound system statis atau di tempat diberi toleransi hingga 120 desibel, sedangkan kegiatan non-statis atau berpindah lokasi dibatasi maksimal 85 desibel. Untuk kendaraan, wajib memenuhi uji kelayakan (KIR) dan tidak boleh melebihi dimensi aslinya.
Polda Jatim memastikan tidak akan mentoleransi pelanggaran, apalagi jika mengganggu keamanan atau melanggar norma agama, kesusilaan, dan hukum.
“Jika terjadi pelanggaran yang berpotensi menimbulkan kerusuhan atau tindak pidana, maka kami akan melakukan penghentian secara paksa dan pihak penyelenggara harus bertanggung jawab,” tegasnya.
Lebih lanjut, Abast mengajak masyarakat untuk mematuhi aturan demi kenyamanan bersama. Ia menegaskan bahwa TNI, Polri, dan pemerintah daerah (Pemda) akan melakukan pengawasan ketat terkait penggunaan sound horeg di lingkungan masyarakat.
“Hiburan dan kegiatan sosial tetap bisa berjalan, tetapi harus tertib, aman, dan menghormati hak orang lain. Tidak ada toleransi bagi yang sengaja melanggar,” pungkasnya.
Diberitakan astakom.com sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersama Kapolda Jatim Irjen Nanang Avianto dan Pangdam V Brawijaya Mayjen Rudy Saladin menerbitkan SE Bersama tentang penggunaan sound horeg.
SE ini bernomor 300.1/6902/209.5/2025, Nomor SE/1/VIII/2025, dan Nomor SE/10/VIII/2025 tertanggal 6 Agustus 2025. Aturan tersebut memuat empat poin utama mulai dari batasan volume, dimensi kendaraan, rute, hingga larangan penggunaan pada kegiatan tertentu.
Khofifah menegaskan, SE Bersama tersebut bukan untuk melarang, melainkan mengatur dan menertibkan penggunaan sound system, agar dapat menciptakan suasana kondusif di masyarakat.
“Bukan dilarang, diatur, ditertibkan. Supaya ada keamanan, kenyamanan, dan tentu suasana yang kondusif untuk semuanya,” ujarnya di DPRD Jatim, Senin (11/8).
Menurut Khofifah, SE ini menjadi jawaban atas polemik sound horeg yang banyak tersebar di daerah seperti Tulungagung, Banyuwangi, Pasuruan, Jember, dan Malang.
“Sehingga kalau ada batasan, lalu ada misalnya kalau tempat sekolah ya dimatikan. Kalau di tempat ibadah ya dimatikan. Tempat-tempat tertentu ada batasan 85 sampai 120 desibel,” tandasnya.