Astakom, Jakarta – Setelah menjalani pemeriksaan selama empat jam, mantan menteri agama (menag) Yaqut Cholil Qoumas akhirnya meninggalkan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (7/8) siang.
Ia menjalani pemeriksaan penyidik KPK terkait kasus kuota haji khusus tahun 2024, dengan kapasitas sebagai saksi.
Kehadiran Yaqut pada hari ini guna memenuhi panggilan KPK soal dugaan korupsi penyelenggaraan dan kuota haji di Kemenag. Yaqut mengaku, pemeriksaan ini menjadi momentum baginya untuk melakukan klarifikasi.
“Alhamdulillah, saya berterima kasih, akhirnya saya mendapatkan kesempatan, mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” kata Yaqut kepada wartawan, Kamis (7/8).
Yaqut enggan menyebutkan berapa pertanyaan yang ditujukan penyidik KPK kepadanya. Yaqut hanya mengingat jumlah pertanyaannya begitu banyak. “Ya banyak lah pertanyaan,” ujar Yaqut.
Selain itu, Yaqut tampak enggan menanggapi perihal materi pemeriksaan. Ia memilih menghindar saat ditanya lebih rinci soal masalah kuota haji.
“Kalau terkait dengan materi saya tidak akan menyampaikan ya, mohon maaf kawan-kawan wartawan, tapi intinya saya berterima kasih mendapatkan kesempatan untuk bisa menjelaskan, mengklarifikasi segala hal yang terkait dengan pembagian kuota tahun lalu,” ujar Yaqut.
KPK saat ini tengah gencar mengusut kasus dugaan korupsi kuota haji pada penyelenggaraan haji 2024.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkapkan, dalam kasus tersebut terdapat pembagian kuota tambahan haji 2024 yang tidak sesuai dengan aturan.
Di mana saat itu Kementerian Agama membagi kuota tambahan 20 ribu dari Arab saudi dengan 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal itu, menurut Asep, tak sesuai dengan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Beleid ini mengatur pembagian kuota haji 92 persen untuk kuota haji reguler dan 8 persen untuk kuota khusus.
“Jadi kalau ada kuota haji berapa pun itu, pembagiannya demikian, kuota regulernya 92 persen, kuota khusus 8 persen, kenapa 92 persen? Karena banyak saudara-saudara kita di Indonesia yang mendaftar haji menggunakan kuota reguler, mengingat kuota khusus berbayarnya lebih besar dibanding kuota reguler,” jelasnya.
“Tetapi kemudian tidak sesuai, ini yang menjadi perbuatan melawan hukumnya tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua, 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujarnya.
Pembagian kuota haji yang tidak sesuai aturan tersebut menjadi salah satu yang didalami dalam pemanggilan Yaqut hari ini.
“Tadi proses-proses yang akan didalami, tadi ada di undang-undang diatur (pembagian kuota haji) 92 persen (kuota haji reguler) dan delapan persen (kuota haji). Lalu kenapa bisa 50 persen, 50 persen?” ucapnya mempertanyakan.