astakom, Jakarta — Memanasnya konflik militer antara Thailand dan Kamboja kembali menguji daya tahan ASEAN sebagai organisasi kawasan, sekaligus menyoroti peran kunci Indonesia dalam menjaga stabilitas regional.
Sengketa perbatasan yang kembali pecah pada Kamis (24/7) dinilai menjadi ujian terbesar bagi kredibilitas ASEAN sebagai komunitas yang menjunjung perdamaian dan kerja sama lintas negara.
Baca juga
Pakar Studi ASEAN dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Zain Maulana menyebut konflik tersebut sebagai cermin lemahnya upaya diplomatik dari kedua negara.
“Thailand dan Kamboja sudah lama tidak menunjukkan keinginan proaktif untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme perundingan internasional,” ujar Zain dalam keterangan tertulis, dikutip astakom.com, Sabtu (26/7).
Zain membandingkan konflik tersebut dengan kasus Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang berhasil diselesaikan melalui Mahkamah Internasional. Ia menilai bahwa pilihan Indonesia-Malaysia untuk menempuh jalur hukum patut dijadikan rujukan.
Sayangnya, ASEAN sendiri menghadapi kendala struktural dalam merespons situasi seperti ini. Prinsip non-intervensi yang menjadi salah satu fondasi organisasi justru membuat ASEAN terlihat pasif dalam menghadapi konflik bersenjata di antara anggotanya.
“Ketika ada negara anggota yang mengalami persoalan dalam isu tersebut, ASEAN cenderung menunggu daripada proaktif mengambil langkah,” tambah pria yang juga Dosen Hubungan Internasional UMY tersebut.
Lebih lanjut, ASEAN baru akan bergerak aktif apabila diminta langsung oleh negara yang berseteru atau bila konflik berdampak besar pada stabilitas kawasan, termasuk dalam hal ekonomi, politik, atau jumlah korban jiwa. Jika tidak, peran ASEAN cenderung terbatas pada imbauan normatif yang minim dampak nyata.
Indonesia Punya Tanggung Jawab Moral
Sebagai negara pendiri sekaligus pemimpin kultural ASEAN, Indonesia diharapkan mampu mengambil peran lebih proaktif dalam menengahi konflik ini.
“Walaupun Indonesia memiliki banyak ‘mainan’ baru di luar sana seperti BRICS dan lainnya, kasus ini semakin menunjukkan bahwa peran Indonesia di ASEAN tidak bisa ditinggalkan,” tegas Zain.
Dalam konteks ini, kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto pun turut menjadi sorotan. Latar belakang militer Prabowo dinilai memberi keuntungan dalam memahami dinamika keamanan regional, sekaligus berpotensi memperkuat diplomasi Indonesia dalam mendorong resolusi damai.
“Seharusnya ini menjadi pertaruhan. Bagaimana Prabowo menuntun atau terlibat dalam isu ini dengan menggunakan ASEAN,” tutup Zain.