astakom, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menegaskan bahwa revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus menjadi momentum untuk menyeimbangkan kedudukan antara negara dan warga negara dalam sistem peradilan pidana.
Ia berharap, kesetaraan tersebut dapat menjadi kunci untuk menghapus praktik penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power oleh aparat penegak hukum (APH).
Baca juga
“State, negara dengan warga negara imbang, setara posisinya, dan ruang itu memang ada di KUHAP ini,” kata Rudianto dalam keterangannya yang diterima astakom.com, Selasa (22/7).
Menurutnya, KUHAP yang berlaku saat ini lahir dari rezim otoriter, sehingga menciptakan ketimpangan mendasar antara kekuasaan negara dan hak warga sipil.
“Akibatnya, negara 80 persen, warga negara 20 persen, yang dianggap abuse of power. KUHAP ini, revisi ini, kita mau negara dan warga negara sama,” tandasnya.
Lebih jauh, legislator Partai NasDem tersebut menegaskan bahwa substansi KUHAP baru akan diarahkan pada penguatan hak-hak sipil dan posisi advokat dalam sistem peradilan.
“Bagaimana penguatan hak-hak sipil, bagaimana penguatan advokat yang membela warga negara. Jaksa pengacara negara, advokat sebagai pengacara warga negara, sama kedudukannya,” jelas Rudianto.
Ia juga menekankan urgensi pengesahan RUU KUHAP mengingat KUHP baru akan resmi berlaku mulai Januari 2026. Tanpa pembaruan KUHAP, ia mengkhawatirkan terjadinya kekosongan norma yang dapat membuka peluang pelanggaran hukum oleh negara.
“Bayangkan saja kalau gerbongnya sudah ada, jalurnya belum ada. Kita berharap KUHAP ini jadi jalur yang benar supaya tidak ada praktik-praktik abuse of power yang dilakukan oleh negara lewat APH,” tukasnya