astakom, Solo — Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto menyindir praktik ekonomi segelintir pihak yang menurutnya sudah kelewat batas dan tidak kunjung jera.
Hal ini disampaikan pada Penutupan Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tahun 2025, sebagai bentuk kritik terhadap elite yang terus menggerogoti kekayaan negara tanpa rasa jera.
Baca juga
“Saudara-saudara, pada tanggal 20 Oktober 2024 saya dan Mas Gibran disumpah di depan rakyat Indonesia. Kami disumpah untuk memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala perundang-undangan yang berlaku,” ujar Prabowo dalam sambutannya, Minggu (20/7).
Ia kemudian menegaskan komitmennya untuk menegakkan konstitusi dan menghadapi pihak-pihak yang terus melakukan praktik koruptif dan tidak adil.
“Karena itu, Insya Allah saya hanya minta kekuatan dari Yang Maha Kuasa, berilah saya kekuatan untuk saya berani menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Kekayaan kita luar biasa, tapi maling-maling pun luar biasa.”
Presiden tak menutupi kekecewaannya terhadap pihak-pihak yang terus mengulangi kesalahan meski sudah diingatkan berkali-kali.
“Luar biasa, nggak jera-jera. Sudah dikasih warning berkali-kali, masih aja. Saya sedih. Mereka-mereka itu menurut saya sudah di arah bukan lagi masuk akal atau apa, mereka ini dalam rangka sudah serakah.”
Dari situlah, Prabowo memperkenalkan istilah yang menurutnya mewakili gejala baru dalam ekonomi politik Indonesia, praktik ekonomi yang tak masuk akal, tidak adil, dan tidak etis.
“Jadi ternyata kita ada fenomena baru. Saya… kita mazhabnya tadi mazhab ini, mazhab itu. Ini ada masa baru ekonomi itu yang saya sebut mazhab serakahnomics.”
“Serakahnomics ini sudah lewat, nggak ada di buku, nggak ada di universitas ekonomi kayak begini. Ini ilmu serakah. Tapi ya… tunggu tanggal mainnya.”
Pernyataan ini sontak menjadi sorotan karena menyinggung langsung perilaku para elite dan pelaku ekonomi yang dinilai mengejar keuntungan tanpa memperhatikan dampaknya terhadap rakyat.