Senin, 14 Jul 2025
Senin, 14 Juli 2025

Bukan Pajak Baru, Pemerintah Posisikan Marketplace Jadi Mitra

astakom, Jakarta – Pemerintah tengah memfinalisasi rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penjualan barang melalui platform digital, yang belakangan ini disorot publik.

Padahal pada dasarnya, kebijakan pajak ini bukan merupakan pajak baru, dan menjadi bagian dari transformasi sistem perpajakan di era ekonomi digital yang kian masif.

Salah seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Muhamad Satya Abdul Aziz menjelaskan, bahwa kebijakan ini merupakan alih mekanisme pemenuhan kewajiban pajak yang sebelumnya dilakukan secara mandiri oleh pedagang online.

“Marketplace, sebagai pihak yang sudah memiliki sistem teknologi dan data transaksi yang mumpuni, akan ditunjuk untuk memungut dan menyetorkan PPh Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant,” jelasnya, dikutip astakom.com dari laman resmi DJP, Minggu (13/7).

Kebijakan ini, lanjut Satya, bertujuan untuk menyederhanakan proses pemungutan pajak sekaligus mengurangi beban administratif bagi para pelaku usaha daring.

Dalam skema baru ini, pajak akan langsung dipotong oleh marketplace tempat penjual bertransaksi, sehingga pelaku usaha tidak lagi harus membayar secara mandiri.

“Hal ini diyakini akan meningkatkan kepatuhan pajak sekaligus mengurangi beban administratif bagi para pelaku usaha,” katanya.

Menjawab kekhawatiran publik soal potensi beban tambahan bagi pelaku UMKM, Satya menegaskan bahwa pedagang dengan omzet hingga Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh, sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

“Artinya, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tetap mendapat perlindungan fiskal dan tidak terdampak langsung oleh skema pemungutan ini,” ujarnya.

Dorong Keadilan dan Lawan Shadow Economy

Kebijakan ini juga dirancang untuk mendorong keadilan antarpelaku usaha, baik yang berjualan secara konvensional maupun digital. Marketplace akan membantu menjadikan sistem pajak lebih seragam dan transparan, sekaligus memperluas basis pajak nasional.

“Dengan mekanisme pemungutan melalui marketplace, sistem perpajakan menjadi lebih transparan, seragam, dan mencerminkan kapasitas ekonomi dari setiap pelaku usaha secara lebih akurat,” tegas Satya.

Ia juga menyebut, keterlibatan platform digital akan menjadi senjata ampuh dalam memberantas praktik ekonomi bayangan (shadow economy) yang sulit diawasi selama ini.

Menurut Satya, kebijakan ini dibentuk melalui proses meaningful participation, melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk pelaku industri e-commerce dan kementerian terkait.

Meski belum resmi berlaku, pemerintah telah menunjukkan komitmen terhadap keterbukaan informasi dan akan melakukan sosialisasi menyeluruh jika kebijakan ini diimplementasikan.

“Keterbukaan ini menjadi kunci utama dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan yang adil dan modern,” tandasnya.

Rubrik Sama :

Jelang Peluncuran, Mensos dan Wamensos Cek Kesiapan Akhir Sekolah Rakyat di Bogor

astakom, Bogor - Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) bersama Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono mengecek kesiapan Sekolah Rakyat di Sentra Terpadu Inten...

Hari Pajak 2025: Bimo Ingatkan Amanah Rakyat Bukan Sekadar Angka

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto menekankan bahwa pajak bukan sekadar penerimaan negara, melainkan bentuk nyata kepercayaan rakyat dan gotong royong dalam membiayai kesejahteraan bersama.

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Rakyat di Bali

astakom, Bali - Peserta didik baru mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Sekolah Rakyat Menengah Pertama 17, Tabanan, Bali, Senin (14/7). Sekolah Rakyat...

IEU-CEPA Disepakati, Begini Harapan Sri Mulyani untuk Ekonomi RI

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyambut positif babak disepakatinya Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Cover Majalah

Update