astakom, Hawaii – Amerika Serikat memulai latihan militer udara terbesar di kawasan Indo-Pasifik bertajuk Resolute Force Pacific (REFORPAC) 2025, sebagai bagian dari upaya strategis mempertajam kesiapan menghadapi potensi konflik, termasuk ketegangan yang meningkat dengan Tiongkok.
Digelar mulai 10 Juli hingga 8 Agustus 2025, latihan ini menjadi bagian dari rangkaian Departemen Latihan Ekspansif (DLE), mencakup lebih dari 12.000 personel, 350 pesawat tempur koalisi, serta melibatkan 50 lokasi strategis yang terbentang sepanjang 3.000 mil di kawasan Pasifik mulai dari Hawaii, Guam, hingga wilayah udara Jepang.
Baca juga
Latihan ini dirancang sebagai simulasi kontinjensi yang paling kompleks dan realistis, menyatukan kekuatan Angkatan Udara Pasifik (PACAF) bersama mitra multinasional dan gabungan antar-cabang militer AS.
“Kita harus siap beroperasi dalam kondisi sulit, dengan jaringan yang terdegradasi, dan dengan gangguan pada rantai pasokan. Pasukan kita harus mandiri, lincah, dan mampu beradaptasi dengan cepat,” ujar Jenderal Kevin Schneider, Komandan PACAF.
Kesiapan Bertempur di Bawah Tekanan
REFORPAC 2025 menitikberatkan latihan teknis seperti:
* Pengisian bahan bakar cepat (hot-pit refueling)
* Pencarian dan penyelamatan tempur (CSAR)
* Logistik terdistribusi
* Pemuatan amunisi di medan operasi
* Operasi udara-ke-udara multilateral
Selain menunjukkan ketangkasan teknis, latihan ini juga bertujuan mengasah pengambilan keputusan cepat, komando misi berskala besar, dan integrasi strategi dengan sekutu dan mitra global di bawah tekanan pertempuran.
“Latihan REFORPAC akan menuntut para penerbang untuk bergerak cepat, bertempur di bawah serangan, dan mempertahankan operasi tempur dengan cara yang belum pernah kita lakukan selama beberapa dekade,” lanjut Schneider.
Menurutnya, keunggulan AS dalam peperangan modern akan sangat ditentukan oleh kemampuan menciptakan kejutan saat berada di posisi tertekan, jauh dari pangkalan utama.
REFORPAC melibatkan lebih dari 300 pesawat tempur, termasuk jet tempur siluman, pesawat angkut, dan tanker udara, serta personel dari berbagai cabang militer AS termasuk US Navy, US Marine Corps, dan mitra dari negara-negara sekutu di Asia-Pasifik.
Latihan ini juga menjadi sinyal diplomatik dan militer kuat bagi kawasan Indo-Pasifik, menggarisbawahi posisi Amerika Serikat sebagai kekuatan utama yang siap menjaga stabilitas dan merespons setiap ancaman di kawasan yang makin strategis.
“Kemampuan kita untuk bertempur dan menang di lingkungan yang diperebutkan bergantung pada kesiapan tim untuk meluncurkan serangan balik dari posisi yang sulit,” tegas Jenderal Schneider.