astakom, Jakarta – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta mengecam keras serangan udara Israel yang menghantam kawasan pemukiman di barat daya Kota Gaza.
Akibat serangan itu, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Palestina, Marwan al-Sultan beserta keluarga tewas dalam insiden itu.
Baca juga
Sukamta mengatakan serangan Israel tersebut merupakan bentuk kejahatan luar biasa yang melanggar hukum internasional.
“Israel terus menerus menunjukkan kejahatannya yang luar biasa (extraordinary). Mereka tidak tunduk pada hukum, juga tidak memiliki komitmen pada kemanusiaan,” kata Sukamta, Kamis (3/7).
Menurut Sukamta, sikap nirempati itu terlihat jelas dari serangan-serangan brutal militer Israel selama ini.
Mereka menyerang objek yang tidak boleh dijadikan target serangan seperti warga sipil, fasilitas sipil, rumah sakit dan tenaga medis. Oleh karena itu, Sukamta mengecam keras aksi-aksi Israel.
“Saya mengutuk kebrutalan Israel ini dan menyerukan semua pihak berupaya menghentikan genosida yang dilakukan Israel,” tuturnya.
Dalam laporan Al Jazeera, sebanyak 67 warga Palestina tewas dalam 24 jam terakhir (2/7) akibat serangan Israel.
Bahkan ada 11 orang ikut terbunuh dalam serangan ini saat tengah mengantre bantuan kemanusiaan. Direktur RS Indonesia, Marwan al-Sultan, dan keluarganya termasuk dalam daftar korban jiwa.
Marwan sendiri dikenal sebagai sosok yang aktif menyerukan perlindungan bagi tim medis di Gaza di tengah agresi militer Israel yang terus berlangsung.
Sukamta menegaskan bahwa serangan terhadap fasilitas medis seperti RS Indonesia jelas melanggar hukum internasional.
Selain itu, juga bertentangan dengan Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Jenewa Keempat 1949, dan Protokol Tambahan I tahun 1977, yang semuanya menjamin perlindungan rumah sakit dan tenaga medis dari serangan bersenjata.
“Pasal 18 Konvensi Jenewa keempat menyatakan fasilitas kesehatan harus dihormati dan dilindungi di semua waktu dan tidak boleh menjadi sasaran serangan.”
“Sedangkan Protokol Tambahan I menyatakan serangan terhadap fasilitas kesehatan, yang tidak digunakan untuk aktivitas militer, merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional yang cukup serius,” imbuhnya.