astakom, Jakarta – Teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin menunjukkan sisi gelapnya. Laporan terbaru dari Interpol mengungkap bahwa jaringan kejahatan terorganisir di Asia Tenggara memanfaatkan AI untuk memperkuat operasi perdagangan manusia dan penipuan daring berskala global.
Mengutip laporan yang diberitakan oleh Vietnam News dan dirilis resmi oleh Interpol, ribuan orang telah menjadi korban. Mereka direkrut secara paksa atau melalui penipuan kerja, lalu dijadikan operator scam center yang memanfaatkan AI, termasuk teknologi deepfake dan voice cloning, untuk menipu korban dari berbagai negara.
Baca juga
“Skema ini mencerminkan bagaimana teknologi canggih dapat digunakan secara sistematis untuk mengeksploitasi manusia dan memperluas kejahatan lintas batas,” ujar Jürgen Stock, Sekretaris Jenderal Interpol, dalam pernyataan resminya seperti dikutip astakom dari Vietnam News.
Negara-negara seperti Myanmar, Kamboja, dan Laos disebut sebagai pusat utama operasi, namun laporan menyebut bahwa aktivitas serupa kini mulai menjalar ke wilayah Afrika dan Amerika Latin. Para korban dilatih untuk melakukan manipulasi psikologis terhadap target dari negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman, dan Amerika Serikat.
Astakom mencatat, tren ini memperlihatkan bahwa kejahatan siber saat ini tidak hanya mengandalkan keterampilan teknis, tetapi juga mengintegrasikan teknologi AI untuk memperbesar skala dan efektivitas operasi penipuan.
Dalam laporan yang sama, Interpol menekankan perlunya kolaborasi lintas negara, termasuk dengan perusahaan teknologi, untuk menghentikan ekspansi kejahatan berbasis AI tersebut.
Pakar keamanan digital menyebut fenomena ini sebagai tantangan baru yang “mengaburkan batas antara eksploitasi manusia dan kejahatan teknologi tinggi.”