astakom, Jakarta – Kebijakan zero ODOL (Over Dimension Over Load) kembali menuai sorotan, terutama dari kalangan sopir truk yang merasa menjadi pihak paling terdampak. Padahal kebijakan ini tidak semata-mata ditujukan sebagai penindakan hukum, melainkan juga mengandung unsur perlindungan dan insentif bagi para pengemudi.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Aan Suhanan. Ia menyebut salah satu kendala utama dalam implementasi kebijakan ini adalah perbedaan pemahaman antara pemerintah dan para sopir.
Baca juga :
Tidak ada rekomendasi yang ditemukan.
“Saya kira itu masalah perbedaan pemahaman saja,” ujar Aan dalam keterangannya, dikutip astakom.com, Kamis (3/7).
Sebagai informasi, bahwa kebijakan zero ODOL sendiri ditujukan untuk menekan kerusakan infrastruktur jalan, dan meningkatkan keselamatan transportasi.
Aan menjelaskan, bahwa kebijakan zero ODOL merupakan sebuah program, yang di dalamnya mencakup berbagai hal, mulai dari pembinaan, pengawasan, hingga penegakan hukum, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap para sopir.
“Artinya zero ODOL ini kan program, di situ salah satunya mencakup pembinaan, pengawasan, hingga penegakan hukum. Tapi banyak yang lain seperti deregulasi, ada insentif, termasuk perlindungan terhadap pengemudi,” terangnya.
Aan mengakui, regulasi yang berlaku saat ini, khususnya Pasal 307 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), memang masih menempatkan pengemudi sebagai objek hukum utama atas pelanggaran ODOL.
“Memang dengan regulasi yang ada, untuk saat ini itu pengemudi menjadi objek hukum,” jelas Aan. Karena itu, aspirasi terkait perlunya revisi terhadap UU tersebut akan ditampung dan menjadi bahan pertimbangan pemerintah ke depan.
Lebih lanjut, Aan menjelaskan bahwa pemerintah sedang menyusun pendekatan baru dalam implementasi zero ODOL yang tidak hanya menekankan pada penindakan.
Salah satunya melalui pemberian insentif transportasi yang diharapkan dapat menjadi stimulus untuk mendukung kelancaran logistik nasional, tanpa bergantung pada kendaraan ODOL.
Rencana ini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) yang kini tengah dalam tahap pembahasan lintas kementerian dan lembaga.
Aan menekankan bahwa sambil menunggu aturan tersebut rampung, pendekatan yang diambil adalah melalui sosialisasi menyeluruh kepada sopir truk dan pemilik barang.
“Ini kan Perpres-nya saja belum kelar, kita lihat kapan Perpres keluar. Kemudian penyusunan regulasi, perbaikan sistem di kita, dan Kementerian lain, ini kan perlu integrasi,” ungkapnya.