astakom, Jakarta – Seiring dengan penyelenggaraan ibadah haji yang kini telah memasuki tahap pemulangan jemaah haji gelombang kedua, Kementerian Agama (Kemenag) mulai melakukan penilaian atas kinerja para petugas haji.
Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Arfi Hatim menegaskan bahwa dalam melakukan hal ini tentu tidak sembarangan. Pihaknya, kata dia, melakukan penilaian secara terstruktur dan berbasis pada bukti, melalui sistem digital e‑Penkin (Elektronik Penilaian Kinerja).
Baca juga
“Langkah ini menjadi bagian dari upaya membangun sistem manajemen kinerja yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan publik,” terangnya dalam keterangan tertulis, dikutip astakom.com, Senin (23/6).
Arfi menuturkan, seluruh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) wajib melakukan pelaporan mandiri (self-report) setiap hari melalui aplikasi e‑Penkin.
Dalam pelaporan tersebut, petugas diminta memilih uraian tugas yang telah mereka kerjakan pada hari berjalan dan mengunggah bukti pendukung, seperti foto kegiatan atau dokumentasi kerja lainnya.
“Penilaian kinerja berbasis skor diberikan untuk mengukur konsistensi dan kedisiplinan dalam menjalankan tugas,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, jika petugas melaporkan tugas sesuai uraian kerja dan menyertakan bukti yang sah, maka mereka berpotensi memperoleh skor maksimal, yaitu 100.
Sebaliknya, jika tidak melaporkan atau tidak menjalankan tugas sesuai ketentuan, skor akan menurun secara signifikan.
Skor kinerja petugas, lanjut Arfi, dikelompokkan dalam tiga kategori utama. Pertama, nilai di bawah 50, masuk kategoti berkinerja rendah. Kedua, nilai 51 sampai 75, masuk ketegori berkinerja cukup. Ketiga, nilai di atas 75, masuk kinerja baik.
“Kategori ini tidak hanya menjadi ukuran akuntabilitas individu, tetapi juga menjadi dasar evaluasi organisasi dalam menilai efektivitas pelayanan haji,” sambungnya.
Pengendali Teknis Petugas Haji Ahmad Musta’in, menjelaskan, di samping pelaporan mandiri, sistem penilaian kinerja juga dilengkapi dengan observasi langsung. Proses observasi dilakukan oleh Tim Penilai Kinerja melalui metode uji petik di lapangan.
“Tujuannya adalah memastikan bahwa pelaksanaan tugas berjalan sesuai SOP dan beban kerja yang dirancang realistis,” ujar Arfi.
Nantinya, Tim Penilai akan mengevaluasi apakah uraian tugas dijalankan secara benar dan sesuai kapasitas. Jika ditemukan ketidaksesuaian, maka laporan segera dibuat melalui aplikasi KOBO Toolbox untuk ditindaklanjuti.
“Evaluasi juga menyasar aspek kualitas sumber daya manusia petugas, termasuk kompetensi teknis, etika kerja, dan budaya pelayanan. Semua ini dikaji berdasarkan standar rekrutmen dan hasil bimbingan teknis sebelumnya,” terang Arfi.
Evaluasi kinerja petugas haji dilakukan dalam tiga fase waktu yang menyesuaikan dinamika layanan kepada jemaah. Pertama, Pra-Armuzna dari 1 sampai 31 Mei 2025. Dimana pada fase ini, difokuskan pada persiapan, pemetaan wilayah kerja, pembentukan tim, dan pelayanan awal.
Kedua, yakni fase Armuzna dari 1 sampai 10 Juni 2025. Ini merupakan masa puncak operasional di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Pada fase ini, beban kerja meningkat drastis dan evaluasi dilakukan lebih ketat.
Ketiga, yakni pasca Armuzna yang berlangsung dari tanggal 11 sampai 30 Juni 2025. Ini dikhususkan untuk penanganan jemaah pasca-puncak haji, layanan kepulangan, serta penyelesaian administrasi.
Kabid Petugas, Tawwabuddin menambahkan, pihaknya berharap dengan adanya sistem evaluasi kinerja yang terstruktur berbasis teknologi ini dapat memicu budaya disiplin dan profesional di kalangan petugas haji.
“Lebih dari sekadar alat pelaporan, e‑Penkin menjadi instrumen penting untuk memastikan bahwa seluruh rangkaian pelayanan ibadah haji berjalan dengan optimal, manusiawi, dan berintegritas,” tandasnya.