astakom, Jakarta — Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR), di level 5,5 persen. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 17–18 Juni 2025.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan, pihaknya juga menahan suku bunga Deposit Facility tetap di 4,75 persen dan Lending Facility di 6,25 persen. Ia menegaskan, bahwa kebijakan ini konsisten dengan upaya menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah di tengah dinamika global yang belum pasti.
Baca juga
“Keputusan ini sejalan dengan tetap terjaganya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5 persen plus minus 1 persen, kestabilan nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, serta perlunya untuk tetap turut mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry dalam konferensi pers pengumuman RDG BI di Jakarta, dikutip astakom.com, Rabu (18/6).
Sebelumnya, BI sempat menurunkan BI rate dari 5,75 persen menjadi 5,5 persen pada bulan lalu sebagai langkah proaktif menjaga inflasi dan mendukung stabilitas nilai tukar. Perry menjelaskan bahwa ke depan, BI akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga, dengan mempertimbangkan kondisi inflasi dan stabilitas nilai tukar.
“Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan BI rate guna mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Inflasi indeks harga konsumen (IHK) Mei 2025 tercatat sebesar 1,6 persen secara tahunan atau year on year (yoy), sementara inflasi inti berada pada 2,4 persen yoy. Kedua angka ini dianggap masih terkendali dan mencerminkan konsistensi kebijakan moneter BI dalam mengarahkan ekspektasi inflasi.
Dari sisi nilai tukar, Perry mengungkapkan bahwa rupiah mengalami penguatan tipis sebesar 0,06 persen secara point to point (ptp) hingga 17 Juni 2025 dibandingkan bulan sebelumnya. Penguatan ini didukung oleh stabilisasi yang dilakukan BI serta meningkatnya pasokan valas dari dalam dan luar negeri.
Dalam konteks pertumbuhan ekonomi, BI menyoroti pentingnya mendorong sektor domestik di tengah tekanan eksternal akibat kebijakan tarif Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik global. Perry menilai, kinerja ekspor nonmigas membaik pada kuartal I/2025 karena strategi front loading eksportir ke AS.
Namun demikian, konsumsi rumah tangga dan investasi dinilai masih perlu diperkuat. Dukungan dari pemerintah juga diberikan melalui percepatan belanja fiskal seperti pemberian gaji ke-13 untuk ASN, subsidi transportasi, dan penguatan bantuan sosial.
“Ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan akan membaik pada semester II/2025, dan secara keseluruhan, BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 berada dalam kisaran 4,6-5,4 persen,” kata Perry.