Astakom, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid bergerak cepat dengan memberhentikan dua pejabatnya yang menjadi tersangka kasus korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
“Terkait dua pegawai Komdigi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kami telah memberhentikan keduanya dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” ujar Meutya dalam rilis resmi Komdigi, Kamis (22/5) seperti dikutip astakom.com.
Baca juga
Muetya menyatakan, dua dari lima tersangka merupakan eks pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), nama sebelumnya dari Kementerian Komdigi.
Dua orang itu adalah Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan periode 2016-2024 Semuel Abrijani Pangerapan dan Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah periode 2019- 2023 Bambang Dwi Anggono.
Meutya mengaku mendukung pengusutan kasus korupsi PDNS itu, dan berjanji akan meningkatkan pengawasan dengan melakukan evaluasi internal.
“Kementerian mendukung penuh proses hukum, dan kami segera membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan menyeluruh terkait tata kelola proyek pusat data,” jelas Meutya.
Selain itu, ia juga berjanji akan memperkuat sistem internal agar kasus serupa tidak terulang lagi.
Menurut Meutya, peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa kelembagaan digital harus dibangun di atas integritas. Pihaknya akan menjadikan kasus ini sebagai momen untuk memperkuat sistem pengawasan internal.
”Seperti memperbaiki prosedur, dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini. Reformasi tata kelola digital adalah keharusan, bukan pilihan,” tegas Meutya.
Kasus PDNS Kominfo
Kasus ini bermula saat Kemkominfo melakukan lelang pengadaan barang dan jasa PDNS tahun 2020-2024. Saat itu pejabat Kominfo diduga melakukan kongkalikong untuk memenangkan perusahaan swasta PT AL dalam proyek tersebut.
Dengan modus pengaturan pemenangan tender, akhirnya PT AL bisa menang proyek, meskipun sebenarnya PT AL tidak memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301 (standar internasional untuk sistem manajemen kelangsungan bisnis).
Akibatnya, PDNS yang dibangun oleh perusahaan itu bisa diserang ransomware pada Juni 2024. Data diri penduduk Indonesia terekspose. Sebabnya, mereka tidak memasukkan pertimbangan kelayakan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran PDNS.
PT AL ini sudah memenangkan tender proyek pengelolaan PDNS beberapa kali. Pertama pada 2020 dengan nilai Rp 60,3 miliar; Pada 2021 dengan nilai kontrak Rp 102 miliar; Pada 2022 dengan nilai RP 188,9 miliar; Dan pada 2024 pada kontrak pengadaan komputasi awan senilai Rp 350,9 miliar dan RP 256 miliar.
Terdapat dugaan penyalahgunaan anggaran proyek PDNS yang tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE).
Seharusnya, pengelolaan data pemerintah dilakukan secara mandiri oleh pemerintah, namun dalam praktiknya, proyek ini justru melibatkan pihak swasta yang tidak memenuhi spesifikasi teknis yang disyaratkan.
Kabar terakhir yang diperoleh dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), mereka telah menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi PPDNS ini.
Kelima tersangka itu adalah sebagai berikut:
1. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan periode 2016-2024; Semuel Abrijani Pangerapan
2. Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah periode 2019- 2023; Bambang Dwi Anggono
3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS Kominfo 2020-2024; Nova Zanda
4. Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta 2014-2023 Alfie Asman
5. Account Manager PT Docotel Teknologi 2017-2021 Pini Panggar Agusti (PPA).
“Untuk sementara kami sampaikan sudah ada kerugian keuangan negara dan hitungan sementaranya ratusan miliar,” ujar Kepala Kejari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra, di Jakarta Pusat, Kamis (22/5).