astakom, Madinah – Dokter spesialis jiwa di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah, dr. Kusufia Mirantri, Sp.KJ mengungkapkan bahwa tekanan fisik, perubahan lingkungan drastis, dapat memicu stres para jamaah haji.
Stres signifikan juga dijumpai pada jamaah yang kelelahan, perpisahan sementara, maupun kepergian tanpa pendampingan dari keluarga.
Baca juga
“Banyak jemaah, terutama Lansia atau mereka yang memiliki kerentanan sebelumnya, mengalami kesulitan beradaptasi,” ujar dokter yang akrab disapa Upi itu, dalam rilisnya yang diterima astakom.com Selasa (13/5).
Menurut Upi, stres dan gangguan penyesuaian ini dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, mulai dari gangguan tidur, kecemasan berlebih, hingga gejala psikosomatis.
Data pelayanan kesehatan yang dihimpun oleh KKHI Madinah menyebut reaksi stres akut dan gangguan penyesuaian diri merupakan diagnosis penyakit terbanyak yang dialami pasien jemaah gelombang 1 sejak kedatangannya di awal Mei lalu.
Agar kasus stres akut dan gangguan penyesuaian diri para tamu Alloh ini tidak mengganggu kekhusukan beribadah, penting bagi sesama jemaah maupun pendamping atau keluarga untuk mengenali tanda-tanda awal masalah kejiwaan.
”Selain mencari bantuan professional, deteksi dini adalah kunci untuk penanganan yang efektif, sehingga tidak mengganggu kekhusyukan ibadah jamaah,” tegas dokter Upi.
Adapun, untuk mengenali tanda-tanda seorang jemaah mengalami masalah kejiwaan di antaranya dengan pertama, adanya perubahan perilaku yang mencolok.
“Coba perhatikan, jika ada jemaah yang biasanya ceria dan mudah bergaul tiba-tiba menjadi mudah tersinggung, atau sebaliknya, menarik diri secara ekstrem, lebih suka menyendiri, dan enggan berinteraksi dengan orang lain,” ujar dr. Upi.
Yang kedua, kesulitan tidur atau insomnia. Gangguan tidur yang persisten, seperti sulit untuk memulai tidur, sering terbangun di malam hari, atau merasa tidak segar setelah tidur, bisa menjadi pertanda adanya tekanan mental. Kurang tidur dapat memperburuk kondisi emosional dan kognitif jamaah.
Ketiga, adanya kecemasan atau ketakutan yang berlebihan. Merasa sedikit cemas di lingkungan baru adalah wajar. Namun, jika kecemasan tersebut menjadi berlebihan, tidak rasional, dan mengganggu aktivitas sehari-hari – misalnya, takut keluar kamar, takut ke masjid meski ditemani, atau panik berlebihan saat berada di keramaian – ini memerlukan perhatian serius.
Keempat, kebingungan terhadap tempat, waktu, dan orang (disorientasi). Jemaah yang mengalami masalah kejiwaan mungkin menunjukkan tanda-tanda kebingungan.
“Mereka bisa jadi tidak tahu sedang berada di mana, lupa hari atau tanggal, bahkan kesulitan mengenali teman serombongan atau pendampingnya,” jelas dr. Upi.
Kondisi ini sering disebut disorientasi dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Dan, terakhir yaitu terjadi perubahan mood yang cepat dan tidak terduga. Perhatikan fluktuasi suasana hati yang ekstrem dan cepat. Seorang jemaah mungkin tiba-tiba menjadi sangat mudah marah karena hal sepele, atau sebaliknya, mendadak menjadi sangat sedih, menangis tanpa alasan yang jelas, padahal beberapa saat sebelumnya tampak biasa saja.
Langkah yang Harus Diambil
Jika tanda-tanda tersebut teramati pada seorang jamaah, pendamping atau rekan jemaah diharapkan tidak mendiagnosis sendiri. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah mendekati jamaah tersebut dengan empati, mencoba mendengarkan apa yang dirasakan, dan membantu penyesuaian diri jamaah, misalnya membantu cara menggunakan kamar mandi atau cara menggunakan lift.
“Jangan ragu untuk segera melaporkan kondisi tersebut kepada ketua rombongan atau Tenaga Kesehatan Haji Kloter (TKHK) yang mendampingi. Mereka lebih kompeten untuk melakukan penilaian awal dan memberikan intervensi yang tepat, termasuk merujuk ke KKHI jika diperlukan,” pungkas dr. Upi.