astakom, Jakarta – Siapa sangka, nasi goreng yang biasa hadir di meja makan rakyat Indonesia menjadi salah satu topik yang banyak diperbincangkan di jagad perpolitikan tanah air.
Bukan sekadar makanan sejuta umat, nasi goreng menjadi kode hubungan politik elite bangsa, yakni Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri dan Presiden Prabowo Subianto.
Baca juga
Belakangan ini, metafora politik nasi goreng kembali mencuat ke publik setelah Megawati yang juga Presiden ke-5 RI melontarkan sebuah candaan dalam ajang Trisakti Tourism Award, Rabu (8/5).
“Presiden (Prabowo) bolak-balik nanya ‘Kapan aku dibikinin nasi goreng Mbak ya?'” begitu kata Megawati dalam acara tersebut.
Nah Gen Asta, jika berbicara soal nasi goreng, kalian pasti kepo tentang makanan satu ini, terutama perihal sejarahnya di Indonesia.
Mengutip dari laman resmi NSCA Indonesia, Nasi goreng bukanlah jenis makanan baru. Hidangan ini sudah dikenal sejak abad ke-10, terinspirasi dari tradisi kuliner Tionghoa yang menghindari membuang nasi sisa.
Diadaptasi oleh lidah Nusantara, nasi goreng pun berevolusi dengan berbagai versi, dari yang sederhana pakai kecap dan telur, hingga yang mewah pakai daging, seafood, dan sambal petai.
Bermula dari Tiongkok, nasi goreng dibawa ke Indonesia oleh para pedagang Tiongkok yang datang ke Nusantara. Hidangan ini kemudian beradaptasi dengan budaya dan bahan-bahan lokal Indonesia.
Sekilas, nasi goreng Indonesia dan Tiongkok tidak terlalu berbeda, keduanya sama-sama nasi yang diolah kembali dengan cara digoreng. Yang membedakan keduanya hanya ada pada pemakaian kecap manis.
Meskipun nasi goreng berasal dari Tiongkok, namun dunia mengenal makanan ini sebagai makanan asli Nusantara. UNESCO bahkan mengakui nasi goreng sebagai salah satu warisan kuliner Indonesia yang mendunia.
Tak heran kalau makanan ini dianggap punya daya lekat emosional yang tinggi, murah, merakyat, dan menyatukan banyak lidah dari berbagai kalangan.
Politik Nasi Goreng ala Megawati dan Prabowo
Kini, nasi goreng tak cuma jadi menu sarapan atau makan malam. Ia jadi simbol komunikasi politik antara dua tokoh besar: Megawati dan Prabowo.
Candaan soal nasi goreng ini dibaca publik sebagai sinyal positif dari Megawati untuk membuka jalur dialog, bahkan kemungkinan merapat ke koalisi pemerintahan Presiden Prabowo.
Bagi Presiden Prabowo, yang dikenal dengan gaya politik terbuka dan rekonsiliatif, momen ini memperkuat citra sebagai pemimpin yang mampu merangkul semua pihak, bahkan mereka yang dulunya berada di seberang meja.
“Gaya kepemimpinan ini memberikan ruang bagi tokoh-tokoh lintas partai untuk terlibat dalam visi besar pembangunan bangsa,” kata pengamat politik, Igor Dirgantara kepada jurnalis astakom.com, Senin (12/5).