JAKARTA – Sepiring nasi goreng kembali jadi bumbu dalam percaturan politik nasional. Politik nasi goreng, begitu julukannya, kembali muncul setelah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri melempar candaan dalam ajang Trisakti Tourism Award, pada Rabu (8/5).
“Presiden (Prabowo) bolak-balik nanya ‘Kapan aku dibikinin nasi goreng Mbak ya?'” begitu kata Megawati.
Baca juga
Di balik candaan itu, publik membacanya sebagai kode politik Megawati untuk membuka ruang komunikasi dengan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut pengamat politik Igor Dirgantara, pernyataan Megawati bukan sekadar nostalgia semata, tetapi bentuk komunikasi simbolik.
“PDIP tampaknya ingin menunjukkan bahwa mereka siap menjaga kedekatan, bahkan mungkin merapat ke pemerintahan Prabowo,” ujar Igor kepada jurnalis astakom.com, Senin (12/5).
Sinyal ini dinilai sebagai bukti keberhasilan Prabowo dalam membangun iklim politik yang terbuka dan inklusif. Sejak menjabat sebagai Presiden, Prabowo terus merangkul berbagai kekuatan politik demi menjaga stabilitas nasional.
“Gaya kepemimpinan ini memberikan ruang bagi tokoh-tokoh lintas partai untuk terlibat dalam visi besar pembangunan bangsa,” tambah Igor.
Igor melihat metafora politik nasi goreng ini menjadi bukti, bahwa komunikasi politik tak harus berlangsung di ruang-ruang formal.
Terkadang, percakapan ringan di balik meja makan dengan hidangan makanan khas Nusantara, bisa menjadi pintu masuk menuju rekonsiliasi besar.
“Dalam cita rasa nasi goreng itu, tersimpan harapan akan persatuan elite politik demi kemajuan Indonesia,” pungkasnya.