astakom, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno merespons kritik Amerika Serikat terhadap sistem pembayaran digital Indonesia, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), yang dinilai menghambat akses perusahaan asing seperti Visa dan Mastercard.
Menurut Eddy, kemajuan teknologi domestik yang mempermudah aktivitas pelaku usaha, termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), tidak seharusnya dipandang sebagai hambatan dagang.
Baca juga
“Yang namanya hambatan dagang itu tentu artinya dalam konteks bahwa sebuah negara perlu memiliki infrastruktur teknologi untuk menjalankan upaya-upaya kegiatannya memudahkan sektor usaha yang ada,” ujar Eddy, Selasa (29/4) yang dikutip astakom.com.
QRIS, menurut Eddy, telah memberi kemudahan luas bagi masyarakat dan pelaku UMKM. Ia menegaskan bahwa kompetisi dalam sektor pembayaran digital tetap terbuka, dan perusahaan asing seperti Visa maupun Mastercard dipersilakan bersaing di pasar Indonesia.
“Silakan saja kalau gateway pembayaran seperti Visa atau Mastercard mau masuk, bersaing. Tapi preferensi masyarakat saat ini semakin luas menggunakan QRIS. Jadi biarkan para pelaku usaha berkompetisi secara fair,” tegasnya.
Sebelumnya, Amerika Serikat melalui Kantor Perwakilan Dagang (USTR) dalam laporan 2024 National Trade Estimate Report menyatakan kekhawatirannya bahwa regulasi sistem pembayaran Indonesia mempersulit akses perusahaan AS.
Menanggapi hal ini, Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai tudingan AS sebaiknya dilihat dalam konteks kepentingan dagang global.
Ia menilai adopsi QRIS merupakan bagian dari transformasi digital nasional yang wajar dilakukan oleh negara berkembang.
“QRIS adalah upaya strategis Indonesia untuk memperluas inklusi keuangan. Selama tidak ada larangan eksplisit bagi pelaku asing, maka tuduhan diskriminasi belum tentu valid. Kompetisi justru menjadi sehat ketika semua pemain tunduk pada aturan yang sama,” jelas Yusuf kepada jurnalis astakom.com, Rabu (30/4).
Ia juga menambahkan bahwa preferensi masyarakat dan efisiensi layanan akan menjadi faktor utama dalam menentukan sistem pembayaran mana yang unggul.
Pemerintah Indonesia sendiri melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto sebelumnya telah menyampaikan ihwal kritikan AS kepada sistem pembayaran QRIS.
Ia menegaskan, Indonesia sangat terbuka dengan operator luar negeri untuk turut menjalankan sistem pembayarannya, termasuk kartu kredit dengan sistem Mastercard ataupun Visa.
Sementara pada sektor gateway payment, Airlangga mengatakan persaingan sangat terbuka, lantaran QRIS sendiri dikembangkan untuk mendukung ekosistem pembayaran digital yang inklusif dan terbuka bagi berbagai penyelenggara sistem pembayaran, baik domestik maupun internasional.
“Dan itu level playing field dengan yang lain. Jadi, ini sebetulnya masalahnya hanya penjelasan,” jelas Airlangga dalam, Jumat (25/4).