astakom, Jakarta – Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh, menyatakan bahwa terdapat 1.967 CPNS formasi dosen yang mengundurkan diri akibat kebijakan optimalisasi jabatan. Optimalisasi itu bertujuan untuk menghindari adanya kekosongan formasi.
“Artinya, 16.167 (pelamar) pada mulanya tidak lulus, tapi kemudian kami menempatkan pada formasi-formasi yang kosong, yang tidak ada pelamarnya,” ujar Zudan, Senin (28/4).
Baca juga :
Tidak ada rekomendasi yang ditemukan.
Menurut Zudan, optimalisasi jabatan merupakan solusi untuk mengisi formasi yang kosong akibat tidak adanya pelamar di beberapa daerah. Namun, langkah ini justru menimbulkan sejumlah dampak serius, baik bagi negara maupun bagi para peserta itu sendiri.
Dosen yang sebelumnya gagal dalam tes CPNS kemudian dioptimalkan untuk mengisi kekosongan tersebut. Namun, tidak semua peserta menerima hasil optimalisasi ini, sehingga banyak yang memilih mundur.
Keputusan ini tentu tidak diambil tanpa alasan. Menurut Zudan faktor pertama pelamar mengundurkan diri karena domisili yang jauh dari posisi penempatan. Kedua, tidak ada izin keluarga.
Ketiga, sebagian pelamar mundur karena mempertimbangkan kondisi kesehatan orang tua. Selain itu, alasan lain, ujar Zudan, ada CASN yang memilih melanjutkan studi magister maupun doktor.
“Kemudian, (ada juga) oleh instansinya dianggap mengundurkan diri,” kata dia.
Sanksi
Bagi CPNS yang sudah dinyatakan lulus hingga tahap akhir atau sudah mendapatkan Nomor Induk Pegawai (NIP), pengunduran diri bukan tanpa konsekuensi.
Berdasarkan Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pengadaan Pegawai Aparatur Sipil Negara, CPNS yang mundur akan dikenai sanksi berupa larangan mengikuti seleksi ASN selama dua tahun anggaran berikutnya.
Namun, terdapat pengecualian. Jika CPNS yang ditempatkan berdasarkan hasil optimalisasi mengundurkan diri sebelum penetapan NIP, mereka tidak akan dikenai sanksi. Ketentuan ini diatur dalam Surat BKN Nomor 1272/B-MP.01.01/SD/D/2025.