astakom, Jakarta – Akhir-akhir ini, kesehatan mental jadi salah satu topik yang paling banyak dibahas di kalangan Gen Z. Generasi yang lahir di era serba digital dan perubahan sosial super cepat ini menghadapi tantangan yang beda banget dibanding generasi sebelumnya. Tekanan dari sekolah, ekspektasi sosial, sampai rasa khawatir soal masa depan bikin kesadaran mereka soal pentingnya kesehatan mental makin tinggi.
Media sosial sendiri bisa dibilang kayak pedang bermata dua buat Gen Z. Di satu sisi, platform kayak Instagram, TikTok, dan Twitter jadi tempat buat berekspresi dan membangun komunitas. Tapi di sisi lain, media sosial juga kadang jadi sumber kecemasan, minder, bahkan tekanan buat selalu tampil “sempurna”. Karena itu, banyak anak muda sekarang lebih terbuka ngomongin soal kecemasan, depresi, burnout, sampai isu harga diri.
Gaya hidup Gen Z juga ikut berubah demi menjaga kesehatan mental. Banyak yang sekarang lebih milih seimbang antara kerja, sekolah, dan waktu buat diri sendiri. Tren seperti “quiet quitting” — alias kerja secukupnya aja, nggak mau kerja lembur ngoyo — sampai “microretirement” atau liburan panjang sebelum umur pensiun, makin populer di kalangan anak muda.
Kegiatan seperti olahraga ringan, meditasi, sampai mindfulness udah mulai jadi rutinitas harian. Aplikasi seperti Calm dan Headspace, bahkan fitur wellness di media sosial, banyak dipakai buat bantu jaga kestabilan emosi. Nggak cuma itu, makan sehat, tidur cukup, dan detoks dari gadget juga jadi bagian dari gaya hidup yang lagi naik daun.
Akses ke informasi juga ngebantu banget perubahan ini. Gen Z gampang banget cari tahu soal kesehatan mental lewat artikel, podcast, video, atau komunitas online. Karena keterbukaan informasi ini, stigma tentang kesehatan mental pelan-pelan mulai hilang — walaupun di beberapa tempat, tantangan soal pemahaman masih ada.
Sayangnya, nggak semua Gen Z punya akses yang sama buat ngurus kesehatan mental mereka. Masih banyak yang terbatas karena faktor ekonomi, budaya, atau kurangnya fasilitas. Itulah kenapa makin banyak anak muda yang bersuara, minta perubahan nyata: mulai dari adanya konselor di sekolah, layanan konsultasi online, sampai kampanye besar soal kesehatan mental.
Kalau melihat tren sekarang, ke depannya Gen Z bakal jadi motor perubahan besar. Mereka bakal memperjuangkan dunia kerja, pendidikan, dan lingkungan sosial yang lebih peduli sama kesejahteraan manusia. Karena buat Gen Z, kesehatan mental bukan cuma urusan individu, tapi juga masalah struktural yang perlu diselesaikan bareng-bareng.
Gen Z udah nunjukkin kalau ngobrol soal kesehatan mental itu bukan tanda kelemahan, tapi bentuk kekuatan. Dengan keberanian, gaya hidup yang lebih sadar diri, dan semangat kolaborasi, generasi ini lagi membangun dunia yang nggak cuma sehat secara fisik, tapi juga secara emosional dan mental.