astakom.com, Canberra – Di tengah hangatnya kampanye pemilu federal Australia yang didominasi isu keamanan nasional, sebuah survei terbaru mengungkap bahwa hanya sepertiga warga Australia mendukung peningkatan anggaran pertahanan, meskipun semua partai besar memprioritaskan penguatan militer dalam agenda mereka.
Dalam janji kampanyenya, menargetkan pengeluaran pertahanan mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam satu dekade mendatang. Partai Buruh juga berkomitmen mempercepat peningkatan anggaran sebesar 50 miliar dolar Australia selama periode yang sama. Tak ketinggalan, Partai Hijau turut mencuatkan isu pertahanan dengan janji untuk “memisahkan” Australia dari pengaruh militer Amerika Serikat.
Baca juga
Kekhawatiran geopolitik, seperti kemungkinan pengerahan pesawat tempur Rusia ke Indonesia dan kapal perang Tiongkok yang berlayar di sekitar perairan Australia, semakin mempertegas pentingnya kebijakan pertahanan. Keberadaan Donald Trump sebagai Presiden AS juga menimbulkan pertanyaan tentang keandalan aliansi tradisional dan dampaknya terhadap keamanan nasional.
Namun demikian, menurut survei nasional terhadap 1.500 responden dewasa yang dilakukan antara akhir Februari hingga awal Maret oleh Kelompok Penelitian Studi Perang, hanya 33 persen warga Australia yang mendukung peningkatan anggaran pertahanan.
Lebih dari dua pertiga responden menyatakan memiliki opini positif terhadap Angkatan Pertahanan Australia (ADF), dan hanya 8 persen yang menyatakan opini negatif. Ada perbedaan pandangan berdasarkan afiliasi politik; 76 persen pendukung Partai Liberal menyatakan pandangan positif terhadap ADF, dibandingkan 72 persen pendukung Partai Buruh dan hanya 53 persen dari Partai Hijau.
Namun, meskipun sentimen positif terhadap ADF cukup tinggi, tingkat pengetahuan publik tentang lembaga tersebut masih tergolong rendah. Hanya 25 persen responden merasa memiliki informasi yang cukup mengenai peran dan aktivitas ADF. Rendahnya keterlibatan langsung dengan dunia militer menjadi salah satu faktor, mengingat hanya 22 persen responden yang memiliki hubungan langsung atau keluarga yang bertugas di ADF, dan hanya 35 persen yang mengenal seorang veteran.
Tingkat kesadaran publik juga terbatas pada isu-isu yang telah mendapat liputan media luas. Hanya 56 persen responden mengetahui tuduhan pelanggaran hukum perang oleh pasukan khusus Australia di Afghanistan, dan kurang dari separuh menyadari adanya Komisi Kerajaan untuk Pertahanan dan Bunuh Diri Veteran.
Meski pemerintah menekankan meningkatnya risiko di kawasan Indo-Pasifik sebagai dasar peningkatan anggaran, masyarakat tampaknya belum sepenuhnya menyerap narasi tersebut. Lebih dari separuh responden menyatakan bahwa ukuran ADF sudah tepat. Sementara itu, 41 persen menganggap ADF masih terlalu kecil dan hanya 7 persen yang menilainya terlalu besar.
Ketika pertanyaan lebih diarahkan pada kebutuhan untuk menambah anggaran, dukungan terhadap hal tersebut bahkan lebih rendah. Data menunjukkan bahwa narasi pertahanan belum sepenuhnya menjadi perhatian utama masyarakat pemilih, meskipun isu ini gencar digaungkan oleh kubu politik kanan.
Temuan ini menyoroti jarak antara diskursus elite politik dan persepsi publik dalam isu pertahanan, serta menekankan perlunya pendekatan komunikasi yang lebih efektif untuk meningkatkan pemahaman warga terhadap peran ADF dan pentingnya strategi pertahanan nasional.