astakom, Jakarta – Menteri Agama, Nasaruddin Umar mendorong terjalinnya kerja sama antara Indonesia dan Malaysia di bidang pendidikan keagamaan. Ia menekankan pentingnya penyusunan kurikulum pendidikan yang tidak hanya mencerahkan, tetapi juga memiliki wawasan keagamaan yang luas.
Pernyataan ini disampaikan setelah ia mendampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming menerima kunjungan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Zahid Hamidi, di Istana Wakil Presiden, Merdeka Selatan, Jakarta, pada Senin (21/4).
Baca juga
Menag Nasaruddin menjelaskan, bahwa Indonesia dan Malaysia memiliki kesamaan sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, serta sama-sama menganut ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah.
“Jadi kalau negara serumpun ini bekerjasama, itu bisa menyelesaikan banyak persoalan dan juga sekaligus memberikan penguatan untuk negara serumpun tersebut,” ujar Menag dalam keterangan persnya, seperti dikutip dari astakom.com, Senin (21/4).
“Sebab kita dikenal sebagai negara yang moderat. Moderat artinya tidak radikal dan juga tidak liberal gitu kan,” imbuhnya.
Dengan semangat moderasi tersebut, Menag mendorong kolaborasi antara kedua negara untuk bersama-sama menyusun kurikulum pendidikan keagamaan yang lebih inklusif dan mencerdaskan umat.
“Oleh karena itu, kita mencoba untuk mempertemukan nanti kurikulum pendidikan keagamaan yang mencerahkan untuk kawasan kita, yang memberikan penguatan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) telah meluncurkan kurikulum cinta. Kurikulum ini menjadi bagian dari Asta Protas Kemenag Berdampak yang diluncurkan dalam rangka mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Kurikulum Cinta menjadi inisiatif dalam pengembangan pendidikan agama dan keagamaan yang bertujuan menanamkan nilai cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa sejak usia dini.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Amien Suyitno, pendidikan karakter di Indonesia membutuhkan inovasi yang lebih mendalam, salah satunya melalui pendekatan yang lebih integratif dan sistematis dalam kurikulum.
Ia menilai, saat ini masih terdapat fenomena sejumlah pelajar yang menunjukkan sikap intoleran, saling menyalahkan, bahkan membenci satu sama lain karena perbedaan keyakinan.
Oleh karena itu, Kurikulum Cinta hadir sebagai solusi melalui insersi nilai-nilai keberagaman dalam berbagai mata pelajaran, khususnya dalam pendidikan Islam di bawah naungan Kemenag.
“Kita tidak ingin agama hanya menjadi sesuatu yang normatif, tetapi harus bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Amien.(**)