astakom, Jakarta – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Sugiono bergerak aktif dalam upayanya melakukan diplomasi ekonomi dengan Amerika Serikat (AS). Hal itu diungkapkan oleh Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto.
Airlangga menyatakan, Menlu Sugiono telah bertemu dengan mitranya, yakni Menlu AS Marco Rubio untuk membuka jalur negosiasi terkait kebijakan tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.
Baca juga
“Kemarin Menteri Luar Negeri Sugiono bertemu mitra secretary of state Marco Rubio,” kata Airlangga dari Washington D.C., Amerika Serikat, yang disampaikan secara virtual melalui Zoom, Jumat (18/4).
Langkah Menlu Sugiono tersebut, sambung Airlangga, dinilai dapat membuka akses pasar yang tetap terbuka dan mendukung perdagangan yang saling menguntungkan antara Indonesia dan AS, di tengah dinamika kebijakan dagang global.
“Jadi, Pemerintahan Indonesia secara aktif mengakses pejabat yang terkait di Amerika Serikat sebagai kelanjutan yang disampaikan kepada USTR, secretary of commerce dan treasury, dimana posisi Indonesia untuk bernegosiasi dengan Pemerintah Amerika Serikat,” ujarnya.
Airlangga menjelaskan, respon para pejabat AS terkait upaya diplomasi Indonesia terbilang cukup baik. Ia juga menyampaikan pertemuan dengan para pejabat berlangsung hangat, cair, dan konstruktif.
“Alhamdulilah respon dari pejabat yang dikirim relatif cepat,” tandas Airlangga.
Sebagaimana diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto telah menunjuk tim negosiasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, untuk melakukan negosiasi dengan AS terkait kebijakan tarif Trump.
Upaya negosiasi tersebut disambut positif oleh Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listyanto. Menurutnya, upaya negosiasi menjadi hal yang tepat bagi Indonesia.
Sebab, kata dia, AS sejauh ini masih menjadi pasar yang potensial bagi produk-produk komoditas unggulan dari Indonesia, mengingat proporsi pasar AS terhadap ekspor Indonesia masih terbilang cukup tinggi.
“Saya rasa Indonesia tetap butuh AS. Dengan ekonomi 11 kali lipat dari Indonesia, saya rasa ini tetap menjadi pasar yang potensial,” kata Eko dalam diskusi publik virtual, Kamis (17/4).
“Jadi Diplomasi adalah jalan lebih baik, menegosiasikan adalah yang terbaik, selepas nanti hasilnya seperti apa ya,” tambah Eko.
Secara politik, dia mengakui langkah negosiasi bukanlah hal yang tepat karena menunjukkan tidak adanya perlawanan terhadap kebijakan Presiden AS Donald Trump, yang dinilai tak adil bagi Indonesia.
Namun secara konteks ekonomi, langkah tersebut menjadi hal yang tepat bagi Indonesia. Sebab perekonomian Indonesia masih belum sekuat China, yang secara PDB 13,9 kali lipat dari Indonesia.
“Jadi Indonesia tidak begitu reaktif seperti China yang melakukan perlawanan, karena memang dia punya modal untuk melawan apa yang dilakukan oleh AS terhadap China,” pungkasnya.(**)