astakom, Jakarta – Indonesia menjadi negara tertinggi pengaju hak paten di dunia berdasarkan data Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO).
Hal itu diungkapkan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas. Untuk itu ia berjanji akan berinovasi agar proses pendaftaran hak paten semakin mudah.
Baca juga :
Tidak ada rekomendasi yang ditemukan.
Menurut Supratman, tingginya angka ini merupakan bentuk kesadaran masyarakat untuk mematenkan jenama (merek).
“Kita adalah negara yang tertinggi permintaan untuk pendaftaran baik itu paten maupun merek, mengalahkan negara-negara besar termasuk Amerika, China, Korea, negara-negara industri,” kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Selasa (15/4).
Dalam paparannya Supratman menjelaskan bahwa lima besar negara dengan permohonan paten terbanyak di dunia, antara lain, Indonesia (715), Jepang (497), China (467), Amerika Serikat (375), dan Korea (178).
Sementara itu, lima besar negara dengan permohonan desain industri terbanyak di dunia adalah Indonesia (1.186), Jepang (254), China (88), Amerika Serikat (79), dan Korea (48).
“Itu artinya ada kesadaran yang luar biasa bagi pelaku industri kita, termasuk di dalamnya adalah paten maupun merek untuk bisa melakukan pendaftaran,” jelas politisi Partai Gerindra itu.
Saat ini, Menkum juga telah meminta Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum, Razilu untuk terus meningkatkan sosialisasi pendaftaran merek dan paten di Indonesia. Termasuk di antaranya menyangkut soal pendaftaran merek khusus UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah).
Supratman memaparkan lebih jauh, bahwa kementeriannya telah melakukan inovasi digital dalam layanan KI (Kekayaan Intelektual), termasuk di dalamnya persetujuan otomatis pencatatan (POP).
Melalui inovasi POP, waktu layanan perpanjangan merek dapat dipersingkat dari yang sebelumnya berhari-hari menjadi hanya sekitar 10 menit. Adapun prosesnya, yaitu pemohon mengisi data, mengunggah dokumen, dan membayar biaya resmi. “Sertifikat perpanjangan otomatis diterbitkan secara digital,” tegasnya.
Inovasi POP juga diterapkan untuk anuitas paten, yakni biaya tahunan untuk mempertahankan hak paten. Dengan sistem ini, pemilik paten tidak lagi harus menunggu proses verifikasi manual.
Hingga Maret 2025, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) telah menyelesaikan 116.126 permohonan kekayaan intelektual. Mayoritas merupakan penyelesaian di jenama yakni 66.995, dan hak cita sebanyak 36.296 permohonan.
DJKI telah mempercepat penyelesaian permohonan pada proses pemeriksaan substansi sebanyak 12.881. Mereka juga mempercepat proses pelayanan teknis distribusi kepada pemeriksa sebanyak 10.775 sampai dengan 31 Maret 2025.
“Sehingga saat ini sudah tidak terdapat lagi tunggakan penyelesaian permohonan merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual,” kata Supratman, sembari berharap hal ini berdampak pada penyelesaian penerbitan sertifikat merek sebanyak 66.995.(**)