astakom, Jakarta – Belakangan ini, publik semakin akrab dengan fenomena antrean panjang yang terlihat di berbagai toko maupun gerai yang menjual emas.
Banyak orang rela berdesakan demi membeli logam mulia yang akhir-akhir ini dianggap bisa menjadi penyelamat keuangan mereka di tengah gejolak ekonomi yang terus meningkat.
Baca juga
Pemandangan ramainya antrian dipicu oleh meningkatnya harga emas, bahkan saat ini telah mencetak rekor tertinggi. Sehingga, tak sedikit mereka tergoda untuk ikut-ikutan membeli emas, tanpa tahu benar apa manfaat maupun risikonya.
EGS (EOA Gold Store) Manager cabang Jakarta Selatan, Budhi E Sulistyorini mengatakan, bahwa Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) semacam itu bisa jadi bumerang kalau dilakukan tanpa strategi yang tepat.
“Orang berbondong-bondong beli emas belakangan bukan untuk investasi, tapi hanya untuk ikut tren saja. Jelas ini keliru besar,” kata wanita yang akrab disapa Lily tersebut kepada jurnalis astakom.com, Selasa (15/4).
Di tengah tren investasi emas, risiko penipuan emas palsu tentu akan ikut meningkat. Untuk itu, Lily mengingatkan agar masyarakat tidak hanya tergiur oleh harga murah semata, tanpa mengetahui keaslian dan kemurnian emas yang dibeli.
“Sekarang ini banyak bertebaran emas di platform-platform jual beli online yang belum diketahui pasti keasliannya. Ada juga penawaran emas digital yang belum tahu apakah ada barangnya atau tidak. Ini harus hati-hati,” imbuh Lily.
Lebih lanjut, Lily membenarkan, bahwa emas memang sejak dulu dikenal sebagai aset lindung nilai atau safe haven. Ketika inflasi naik, pasar saham bergejolak, atau nilai mata uang melemah, emas cenderung bertahan dan bahkan nilainya bisa meningkat.
Namun jika dilihat dalam jangka waktu yang pendek, terdapat kasus dimana harga emas mengalami penurunan. Lily mengatakan, banyak orang salah kaprah menunggu harga emas turun drastis untuk membeli dalam jumlah besar.
Padahal, strategi tersebut tidak selalu efektif bagi investor kecil atau penabung harian. “Prinsip menabung emas itu mirip seperti nabung uang, sedikit demi sedikit. Strategi terbaik adalah Dollar Cost Averaging (DCA), yaitu membeli secara berkala tanpa melihat fluktuasi harga jangka pendek,” jelasnya.
Strategi DCA, kata dia, memungkinkan pembeli untuk meredam risiko beli di harga tinggi karena pembelian dilakukan secara rutin berkala. Misalnya setiap bulan atau setiap minggu. Dengan begitu, harga rata-rata pembelian akan menyesuaikan kondisi pasar.
Terlebih saat ini, sudah banyak produk emas batangan yang menyediakan emas gramasi kecil dengan harga terjangkau. Sehingga generasi muda, dapat secara rutin membeli emas.
“Emas itu ibarat payung di tengah hujan ketidakpastian ekonomi. Mungkin tidak langsung menguntungkan, tapi bisa melindungi nilai kekayaan,” pungkas Lily.(**)