astakom.com, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding menegaskan komitmen DPR untuk menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset. Meski begitu, ia menyebut RUU Perampasan Aset harus selaras dengan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar prosedur hukum berjalan secara komprehensif.
Sarifuddin Sudding menjelaskan bahwa KUHAP merupakan fondasi utama hukum acara pidana di Indonesia, yang menentukan batasan dan kewenangan aparat penegak hukum dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pelaksanaan eksekusi, termasuk eksekusi perampasan aset.
“Tanpa payung hukum acara yang kuat dan menyeluruh, implementasi perampasan aset sangat berisiko menimbulkan kesewenang-wenangan, pelanggaran hak asasi warga negara, serta potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat dipersoalkan secara hukum di kemudian hari,” kata Sudding, dalam keterangan tertulis dikutip astakom.com, Rabu (17/9).
“Maka KUHAP penting untuk diselesaikan dan diselaraskan dengan RUU Perampasan Aset,” imbuhnya.
Seperti diketahui, RUU Perampasan Aset sudah diusulkan DPR untuk masuk program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Komisi III DPR juga telah menyelesaikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
RUU KUHAP yang bersinggungan dengan RUU Perampasan Aset tinggal menunggu pengambilan keputusan tingkat I oleh Komisi III untuk disahkan menjadi UU. Oleh karenanya, Sudding mengatakan penyelesaian RKUHAP harus menjadi prioritas.
“Revisi KUHAP harus menjadi prioritas utama sebelum melangkah lebih jauh ke RUU Perampasan Aset. Ini bukan hanya soal prosedural, tapi menyangkut kepastian hukum, perlindungan HAM, dan efektivitas penegakan hukum secara menyeluruh,” ujar Sudding.
Anggota komisi bidang hukum DPR itu juga menekankan pentingnya prinsip due process of law sebagai dasar dari setiap tindakan hukum, termasuk dalam konteks perampasan aset. Sudding mengatakan KUHAP sebagai pedoman hukum acara pidana menjadi alat untuk memastikan semua tindakan penegakan hukum dilakukan dengan prosedur yang sah.
“KUHAP bukan sekadar dokumen hukum, tetapi jaminan atas perlindungan hak warga negara terhadap tindakan aparat penegak hukum. Tanpa revisi yang komprehensif, kita mempertaruhkan keadilan itu sendiri,” tegasnya.
KUHAP kuat, RUU Perampasan Aset Legitimate
Lebih lanjut, Sudding menambahkan aturan hukum terkait perampasan aset tersebar di berbagai UU, seperti UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dan UU Kejaksaan. Revisi KUHAP menjadi solusi untuk melakukan harmonisasi regulasi tersebut agar tercapai sistem hukum yang lebih sinkron dan tidak tumpang tindih.
“Dengan sistem hukum yang harmonis dan seragam, penegakan hukum akan berjalan lebih efektif serta menghindarkan kebingungan dalam implementasi,” jelas Sudding.
Sudding menyadari publik mendambakan pemberantasan korupsi yang bukan hanya efektif, tetapi juga adil sehingga menyelesaikan revisi KUHAP merupakan langkah strategis untuk membangun kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional.
“Bukan berarti kita tidak serius dalam mengejar koruptor dan menindak pidana ekonomi. Tapi pendekatannya harus komprehensif,” terang Legislator dari Dapil Sulawesi Tengah itu.
“KUHAP yang kuat akan menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai instrumen hukum yang legitimate, tidak tebang pilih, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum maupun moral,” sambung Sudding.
Adapun pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi salah satu poin dalam 17+8 tuntutan rakyat yang lahir pasca demonstrasi besar-besaran akhir Agustus lalu. Sudding memastikan komitmen DPR untuk menyelesaikan RUU Perampasan Aset.
“Sebagai bagian dalam menjawab harapan masyarakat, DPR akan terus berupaya semaksimal mungkin memastikan legislasi yang lahir benar-benar berpihak pada rakyat, termasuk RUU Perampasan Aset,” sebutnya.
“Tentunya ini juga menjadi bagian dari DPR untuk terus mengabdi untuk rakyat pada setiap sektor kehidupan, di antaranya dengan memastikan hukum yang berpijak pada keadilan,” tutup Sudding.
Gen Z Takeaway
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding bilang, DPR berkomitmen untuk selesaiin RUU Perampasan Aset. Tapi RUU PA itu harus selaras dengan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar prosedur hukum berjalan secara komprehensif. Menurutnya KUHAP merupakan fondasi utama hukum acara pidana di Indonesia. Dengan adanya KUHAP, jaminan atas perlindungan hak warga negara terhadap tindakan aparat penegak hukum terpenuhi. Intinya, KUHAP dulu selesai, baru RUU PA nyusul diselesaiin, biar komprehensif.