astakom.com, Jakarta – Himpunan Kawasan Industri (HKI) menyambut positif kebijakan pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp 200 triliun ke sektor riil. Menurut HKI, langkah ini menjadi momentum penting untuk memacu investasi, produksi, hingga penciptaan lapangan kerja di sektor manufaktur domestik.
Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana menegaskan, dana Rp 200 triliun dapat menjadi instrumen strategis dalam mewujudkan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen sebagaimana arahan Presiden.
Namun, pencapaian itu hanya mungkin jika ada perbaikan sistemik serta kolaborasi erat antara pemerintah, dunia usaha, dan seluruh pemangku kepentingan.
“Kami percaya, dengan kebijakan yang tepat sasaran, dukungan infrastruktur, serta kepastian iklim usaha, dana stimulus ini akan benar-benar menjadi motor penggerak ekonomi nasional,” ujar Ma’ruf, dikutip astakom.com, Senin (15/9).
Ia menekankan, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada bagaimana dana benar-benar menyentuh kebutuhan industri, khususnya sektor manufaktur dan padat karya yang menjadi penopang serapan tenaga kerja nasional.
“Dukungan dana sebesar ini harus mampu memperkuat daya saing industri manufaktur dan padat karya, karena keduanya memiliki multiplier effect yang luas dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, hingga penguatan rantai pasok nasional,” tambahnya.
Meski demikian, HKI mengingatkan dunia usaha masih menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari daya beli masyarakat yang melemah, biaya logistik dan energi yang tinggi, hingga iklim usaha yang belum sepenuhnya kondusif.
Menurut Ma’ruf, kebijakan pemerintah juga harus menyentuh sisi permintaan agar hasilnya lebih optimal. Untuk itu, HKI menekankan pentingnya kebijakan pendukung berupa kepastian regulasi, efisiensi biaya, serta stabilitas pasar domestik.
Stimulus Rp 200 triliun diharapkan tidak hanya memberi dampak jangka pendek, tetapi juga memperkuat daya saing industri nasional secara berkelanjutan.
Ma’ruf menambahkan, kebijakan ini merupakan peluang sekaligus tantangan. Banyak industri padat karya masih berhadapan dengan biaya produksi tinggi, mahalnya energi, logistik, dan lemahnya kepastian hukum.
Karena itu, reformasi struktural konsisten dinilai menjadi syarat mutlak agar momentum ini benar-benar membawa perubahan nyata.
Selain itu, HKI juga menyoroti pentingnya percepatan perizinan, terutama pada proyek strategis nasional (PSN) dan investasi yang sudah siap berjalan tetapi masih terkendala birokrasi.
“Tanpa perbaikan mendasar tersebut, dana besar ini berisiko hanya ‘parkir’ di perbankan tanpa memberi efek riil ke dunia usaha,” pungkasnya.
Diketahui, Menkeu Purbaya menetapkan penyaluran dana Rp 200 triliun ke lima bank besar, yakni Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing Rp 55 triliun, BTN Rp 25 triliun, serta BSI Rp 10 triliun. Skema ini diharapkan dapat mendukung program pembangunan sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan.
Gen Z Takeaway
Rp 200 triliun yang digelontorkan pemerintah ke sektor riil bisa jadi “game changer” buat industri lokal—asal nggak cuma numpang lewat di bank. Kalau dana ini benar-benar nyentuh manufaktur dan industri padat karya, efeknya bisa ngebuka banyak lapangan kerja, nge-boost ekspor, sampai bikin ekonomi lebih tangguh.
Tapi PR-nya gede: dari birokrasi ribet, ongkos energi tinggi, sampai daya beli lemah. Intinya, duit gede ini cuma bisa jadi mesin penggerak kalau reformasi struktural jalan dan kebijakan eksekusinya tepat sasaran.