Kamis, 11 Sep 2025
Kamis, 11 September 2025

Usul Revisi UU Sistem Perbukuan Masuk Prolegnas 2025, Willy Aditya Dorong PPN Buku Dihapuskan

astakom.com, Jakarta – Ketua Komisi XIII Willy Aditya menegaskan, buku bukan sekadar lembaran berisi tulisan atau gambar yang diciptakan manusia. Lebih dari itu, buku merupakan monumen kebudayaan.

Willy Aditya mengungkapkan hal tersebut saat menerima naskah akademik sekaligus draf revisi UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Revisi atas UU tersebut memang menjadi usulan inisiatif pribadi dari Willy selaku legislator atau anggota dewan.

Adapun naskah akademik Revisi UU Sistem Perbukuan itu diterima Willy dari tim Badan Keahlian DPR yang dipimpin oleh Bayu Dwi Anggono di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, pada Rabu (10/9) kemarin.

“Buku bukan sekadar lembaran berisi tulisan atau gambar. Buku juga bukan sekadar karya tulis manusia. Lebih dari itu, buku adalah penanda sekaligus monumen kebudayaan,” ujar Willy, Kamis (11/9).

“Di dalam buku, gagasan termaktub dan diabadikan. Di dalam buku, pendapat dan pemikiran dituangkan dan dipelajari. Karena itu, sudah semestinya keberadaannya mendapat atensi yang besar dari negara,” sambungnya.

Seiring perkembangan zaman, dunia perbukuan di Tanah Air belakangan ini dipandang Willy cukup mengkhawatirkan. Untuk itu, perlu pembaruan kebijakan nasional terkait regulasi perbukuan, apalagi literasi sebagai bagian dari pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap warga negara.

“Saya melihat ada fenomena penurunan atensi atas keberadaan dan arti penting buku dari bangsa ini maupun pihak yang berwenang. Gelagatnya bisa dilihat dari mulai dari rendahnya kapasitas literasi anak bangsa hingga redupnya toko-toko buku dan perpustakaan,” ujar Willy.

“Dalam kaca mata peradaban, kenyataan ini sangat mengkhawatirkan,” lanjut Legislator dari Dapil Jawa Timur XI itu.

Bukan hanya kultural tapi struktural

Willy menilai, ada masalah kultural sekaligus struktural terkait fenomena tersebut. Di level kultural, terjadi pergeseran perilaku dan atensi atas buku dari bangsa ini. Terlebih ada studi kasus di mana ratusan anak SMP di Bali yang tidak bisa baca tulis.

Lebih lanjut, Willy menganggap saat ini tidak lagi menjadi bahan diskursus yang semarak dalam berbagai ruang dan kesempatan. Hal itu dapat dilihat dari toko buku yang kini tidak lagi menjadi destinasi yang ramai dikunjungi sebagaimana satu-dua dekade sebelumnya.

“Keberadaannya bahkan tidak mendapat tempat yang layak dan terhormat. Di bilangan Senen, misalnya, toko buku berada di selasar yang gelap, pengap, dan tersembunyi. Demikian juga dengan perpustakaan. Keberadaannya kerap menjadi tempat dengan fasilitas ala kadarnya. Hanya di kota-kota besar fasilitas ini terbilang memadai,” papar Willy.

Sementara di level struktural, alumnus INS Kayu Tanam ini melihat bahwa UU Nomor 3 Tahun 2017 kurang memadai untuk menjawab tantangan dan perkembangan yang terjadi. Willy menilai, UU tersebut bias buku ajar sebagai pemenuhan program wajib belajar sembilan tahun.

“Ini telah membuat produksi buku tidak semarak dan hanya berorientasi pada pemenuhan bahan ajar semata,” ungkap pimpinan Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) DPR tersebut.

Problem struktural lainnya yang disebut Willy terletak pada soal harga kertas dan pajak. Menurutnya, hal ini yang membuat harga buku di Tanah Air terasa lebih mahal dibanding negara lain.

“Dalam hemat saya, PPN atas buku mesti dihapuskan. Bagaimana kita akan mencerdaskan bangsa ini jika akses untuk menjadikannya cerdas malah dibuat mahal. Sudah saatnya akses-akses yang menunjang tumbuhnya peradaban luhur dari bangsa ini dibuka seluas-luasnya,” tutur Willy.

Soko guru pengetahuan

Willy mengatakan, kenyataan tersebut pada gilirannya membuat ekosistem perbukuan di Indonesia menjadi tidak sehat. Padahal ini adalah syarat utama bagi tumbuhnya literasi yang kuat bagi segenap anak bangsa.

“Buku adalah soko guru pengetahuan. Tanpa keberadaan buku, takkan kokoh sebuah pengetahuan,” ucapnya.

Karena itu melalui revisi atas UU tentang perbukuan, Willy mengajak semua pihak untuk mengarahkan perhatiannya pada soal yang sangat penting ini, yakni persoalan yang akan menentukan maju-mundurnya bangsa Indonesia di masa mendatang. Ia pun menargetkan revisi atas UU tersebut bisa masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2025 ini.

“Semoga ini menjadi amal jariyah kita bersama. Dan bagi saya pribadi, ini adalah ikhtiar dalam menjaga arti penting buku sebagai simbol peradaban,” pungkas Willy.

Gen Z Takeaway

Anggota DPR RI Willy Aditya usul revisi UU sistem perbukuan masuk dalam program prolegnas 2025. Ia juga mendorong PPN buku dihapuskan supaya harga buku lebih murah. Bagi Willy buku bukan sekadar lembaran kertas berisi tulisan dan gambar. Buku adalah produk kebudayaan dan soko guru pengetahuan. Intinya, Willy ingin supaya masyarakat gemar membaca, literasi meningkat, salah satu caranya buku harganya harus murah.

Feed Update

Prabowo Tambah Lagi 65 Sekolah Rakyat Oktober: Anak-anak Putus Sekolah Kita Tarik!

astakom.com, Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan pada Oktober 2025 mendatang akan ada tambahan 65 sekolah rakyat lagi yang akan dia resmikan, sehingga...

Prabowo Sebut Sekolah Berkualitas akan Jangkau Juga Anak-anak Keluarga Miskin Desil 2 hingga 5

astakom.com, Jakarta – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menegaskan komitmennya memperluas jangkauan Sekolah Rakyat yang berkualitas bukan hanya bagi kelompok ekonomi terbawah desil 1...

Prabowo Disambut Hangat Siswa Sekolah Rakyat Jaksel: Alhamdulillah Anak-anak Bisa Sekolah

astakom.com, Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto disambut hangat oleh siswa-siswi yang sudah menunggu kedatangannya di Sekolah Rakyat Margaguna, Jakarta Selatan, Kamis (11/9). Selain menyanyikan...

Momen Prabowo Rasakan Kamar Asrama dan Suasana Belajar Siswa Sekolah Rakyat

astakom.com, Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto melakukan kunjungan perdana ke Sekolah Rakyat Margaguna, Jakarta, pada kamis (11/9). Prabowo terlihat ikut merasakan suasana belajar...

Terkini

Viral

Videos