astakom.com, Jakarta – Perang yang berlarut lebih dari 3 tahun, kini tampaknya akan segera usai. Dua pemimpin negara yang sedang terlibat peperangan itu mulai membuka jalur komunikasi, meski melalui sang juru runding Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS).
Meski begitu, upaya untuk mengakhiri perang oleh para pihak dan AS itu kini layak mendapat perhatian dan apresiasi. Bahkan, upaya perdamaian Rusia-Ukraina memasuki babak baru. Gedung Putih membahas rencana pertemuan trilateral Zelensky, Putin, dan Trump, meski Kremlin masih menahan diri.
Tatiana Stanovaya, peneliti senior di Carnegie Russia Eurasia Center dan Pendiri R Politik, berpendapat bahwa meskipun Putin tidak menganggap pertemuan dengan Zelensky sebagai hal yang krusial dalam perang yang bagi Rusia lebih tentang menghadapi Barat daripada Ukraina, ia tetap dapat menghadiri pertemuan tersebut jika ia yakin akan berhasil.
Menurutnya, Trump dipandang sebagai pendukungvisi Rusia tentang penyelesaian dan untuk itu Amerika Serikat seharusnya bekerja sama dengan Kyev untuk mendorong mereka agar lebih fleksibel, agar lebih terbuka terhadap tuntutan Rusia.
Berikut update terbaru terkait perang Rusia-Ukraina, sebagaimana dihimpun astakom.com dari berbagai sumber pada Kamis (21/8).
Zelensky Puji Perundingan AS
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut perundingan di Gedung Putih sebagai “langkah maju besar” menuju upaya perdamaian dengan Rusia. Pertemuan itu juga membahas rencana trilateral dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan mantan Presiden AS Donald Trump.
Trump mengusulkan Budapest sebagai lokasi pertemuan. Sementara Istanbul dan Swiss juga masuk dalam opsi.
“Sekarang saya pikir akan lebih baik jika mereka bertemu tanpa saya. … Jika perlu, saya akan pergi,” kata Trump dalam wawancara radio.
Sekutu Ukraina pada Selasa menggelar pertemuan Koalisi yang Bersedia untuk membahas sanksi tambahan terhadap Rusia dan menyusun jaminan keamanan bagi Kyiv. NATO dijadwalkan mengadakan rapat pada Rabu, dengan Jenderal AS Dan Caine ikut secara virtual.
Meski ada pembicaraan damai, Presiden Putin menegaskan Rusia tidak akan menoleransi kehadiran pasukan NATO di Ukraina dan tetap bersikeras pada tuntutan wilayahnya. Analis menilai Moskow berpotensi memperpanjang konflik sambil memainkan negosiasi yang berlarut-larut.
Respons Putin
Presiden Rusia Vladimir Putin belum menunjukkan kesiapan bertemu langsung dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, meski Presiden AS Donald Trump berupaya mendorong pertemuan bilateral. Kremlin menilai pertemuan itu belum perlu dilakukan.
Ajudan Putin, Yury Ushakov, menyatakan pembahasan hanya sebatas kemungkinan meningkatkan level perwakilan, bukan hingga kepala negara. “Idenya dibahas bahwa akan tepat untuk mempelajari peluang peningkatan level perwakilan pihak Rusia dan Ukraina,” katanya di Moskow, Selasa, seperti dikutip CNN International.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menambahkan, pertemuan tingkat tinggi harus dipersiapkan sangat hati-hati. “Kami tidak menolak segala bentuk kerja sama, tetapi kontak pejabat tinggi tidak bisa dilakukan begitu saja,” tegasnya.
Trump Pastikan Tak Kirim Pasukan AS ke Ukraina
Presiden Trump menegaskan tidak akan mengirim pasukan darat ke Ukraina. Namun, ia membuka peluang memberikan dukungan udara sebagai bagian dari kesepakatan damai untuk mengakhiri perang dengan Rusia.
“Dalam hal keamanan, Eropa bersedia menempatkan orang di darat. Kami bersedia membantu mereka dalam berbagai hal, terutama, mungkin… melalui udara,” kata Trump dalam wawancara dengan Fox News.
Trump juga menyebut gaya negosiasinya dalam mencari jalan damai lebih mengandalkan “naluri ketimbang proses”. Namun, ia mengakui Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin tidak tertarik dengan kesepakatan damai.
“Kita akan mencari tahu tentang Presiden Putin dalam beberapa minggu ke depan,” ujarnya kepada pembawa acara radio Mark Levin.
Gedung Putih turut mengonfirmasi bahwa dukungan udara merupakan opsi yang dipertimbangkan Washington. Presiden, tegas kantornya, menyatakan pasukan AS tidak akan berada di Ukraina.
“Tetapi kami tentu dapat membantu dalam koordinasi dan mungkin memberikan jaminan keamanan lainnya kepada sekutu Eropa,” ujar Sekretaris Pers Karoline Leavitt.
Pernyataan itu muncul sehari setelah Trump menjanjikan jaminan keamanan baru bagi Ukraina dalam pertemuan puncak luar biasa di Gedung Putih.
Namun, jalan menuju perdamaian masih belum pasti, terutama setelah Rusia meluncurkan serangan udara terbesar dalam lebih dari sebulan, dengan 270 drone dan 10 rudal ke berbagai wilayah Ukraina.
Trump Bisa Masuk Surga
Trump kembali melontarkan pernyataan kontroversial terkait perang Rusia-Ukraina. Ia mengatakan kesepakatan damai Ukraina dapat meningkatkan peluang dirinya untuk masuk surga.
“Saya ingin mencoba masuk surga jika memungkinkan,” kata Trump dalam wawancara dengan acara Fox & Friends.
“Saya dengar saya tidak baik-baik saja. Saya dengar saya benar-benar berada di posisi terbawah. Tetapi jika saya bisa masuk surga, ini akan menjadi salah satu alasannya,” tambahnya.
Trump, 79 tahun, sebelumnya menyatakan ingin mengakhiri perang Rusia-Ukraina sebagai bagian dari ambisinya meraih Hadiah Nobel Perdamaian. Namun kali ini ia menegaskan motivasinya bukan hanya politik, tetapi juga religius.
Mantan presiden AS yang dua kali dimakzulkan itu memang kerap menjadi sorotan. Trump pernah terlibat berbagai skandal, termasuk kasus suap yang melibatkan pembayaran kepada bintang porno. Ia juga menjadi presiden pertama dalam sejarah AS yang dihukum pidana.
Meski begitu, Trump semakin menonjolkan sisi religius sejak selamat dari upaya pembunuhan tahun lalu. Saat pelantikannya pada Januari lalu, ia menyebut dirinya “diselamatkan oleh Tuhan untuk membuat Amerika hebat kembali”.
Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menegaskan komentar Trump soal Ukraina bukan sekadar gurauan. Ia disebut sangat serius.
“Saya pikir presiden serius tentang hal itu. Saya rasa presiden ingin masuk surga, seperti yang saya harapkan dari kita semua di ruangan ini,” ujarnya kepada wartawan.