astakom.com, Jakarta – Tradisi budaya lokal Riau, Pacu Jalur, kembali menjadi sorotan. Bukan hanya di dalam negeri, tapi hingga ke kancah internasional.
Pacu Jalur merupakan perlombaan dayung tradisional yang memadukan kekuatan fisik dengan unsur seni dan budaya.
Menariknya, walau baru-baru ini viral dan ramai diperbincangkan netizen, tradisi Pacu Jalur sebenarnya sudah mengakar kuat sejak berabad-abad lalu.
Oleh karena itu, tidaklah heran kalau ajang balap perahu khas Kuantan Singingi ini jadi kebanggaan masyarakat setempat.
Melansir laman Kementerian Pariwisata, tradisi Pacu Jalur sejatinya sudah beberapa kali masuk daftar event nasional. Sebut saja misalnya seperti Calendar of Events Wonderful Indonesia pada tahun 2018 dan 2020.
Kemudian, sejak tahun 2022, ajang ini resmi masuk dalam program Karisma Event Nusantara (KEN) dan bahkan terpilih sebagai salah satu Top 10 KEN 2024.
Pada Festival Pacu Jalur Tradisional 2024, event ini berhasil memecahkan rekor jumlah peserta terbanyak sepanjang Sejarah, yakni dengan diikuti oleh 225 jalur, dan berhasil menarik perhatian hingga 1,5 juta penonton.
Hal ini merupakan sebuah capaian yang luar biasa, sekaligus menandai semakin kuatnya daya tarik dan partisipasi masyarakat terhadap tradisi ini.
Sebagai informasi, Karisma Event Nusantara (KEN) adalah rangkaian event unggulan yang telah terkurasi dari 38 provinsi di Indonesia yang menampilkan kekayaan budaya, seni, musik, kuliner dan karnaval di berbagai destinasi pariwisata Indonesia.
Bukan sekedar daftar event unggulan, KEN menjadi salah satu program prioritas Kementerian Pariwisata yang memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan melestarikan budaya Indonesia.
Mengakar kuat
Mulanya, jalur atau perahu kayu panjang digunakan sebagai alat transportasi utama masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.
Namun, seiring waktu, perahu ini mulai dihias dengan ukiran dan ornamen khas, hingga akhirnya berkembang menjadi bagian dari atraksi budaya daerah.
Dari sinilah, perlombaan Pacu Jalur mulai dikenal, yang telah berlangsung sejak awal abad ke-20 dan awalnya digelar sebagai bagian dari perayaan hari besar Islam.
Selanjutnya, pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur juga kerap diselenggarakan untuk memeriahkan acara adat, kenduri masyarakat, hingga peringatan hari lahir Ratu Wilhelmina setiap 31 Agustus.
Lalu, setelah Indonesia merdeka, tradisi ini mengalami pergeseran makna, bertransformasi menjadi agenda tahunan Pemerintah Provinsi Riau.
Tradisi ini digelar meriah setiap Agustus di Tepian Narosa, kawasan tepian sungai yang terletak di Teluk Kuantan, sebagai bagian dari peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Persona Penari Cilik
Dalam atraksi Pacu Jalur, di satu jalur (Perahu tradisional), biasanya terdapat 50 hingga 60 pendayung atau anak pacu.
Dari seluruh kru yang terlibat, menariknya justru sosok penari atau anak coki selalu menjadi pusat perhatian penonton dan wisatawan.
Coki adalah anak kecil yang berdiri di bagian paling depan perahu, menari-nari dengan lincah di atas jalur yang tengah melaju.
Berkat keseimbangan tubuh yang baik, ia dapat bergerak bebas tanpa khawatir terjatuh dan menjadi sebuah atraksi yang kini viral di media sosial.
Lebih dari sekadar hiburan, keberadaan tukang tari bukan hanya pemanis, melainkan telah menjadi ikon khas Pacu Jalur yang turut memperkuat identitas budaya lokal.
Bahkan, gerakan khas penari cilik ini disebut-sebut sebagai bagian dari tren “aura farming” yang tengah naik daun, sehingga semakin memperkuat daya tarik Pacu Jalur di mata publik, termasuk di kalangan netizen internasional.
Di bulan Agustus ini, Festival Pacu Jalur Tradisional akan Kembali digelar mulai Jumat, 22-24 Agustus 2025.