astakom.com, Jakarta – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi menegaskan bahwa rencana pemerintah meluncurkan Payment ID bukan bertujuan untuk memata-matai transaksi keuangan masyarakat.
Menurutnya, sistem ini justru dirancang untuk memantau transaksi yang mencurigakan, termasuk penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) oleh masyarakat.
“Karena banyak juga yang kemudian terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (penyalahgunaan), misalnya dalam penyaluran bansos,” ujar Prasetyo dalam keterangannya di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (13/8) dikutip astakom.com.
“Kalau tadi makna memata-matai itu kemudian kita ingin kepo mau melihat, ndak. Kita semangatnya kan untuk perbaikan. Bahwa ternyata setelah di-mapping, diidentifikasi, ketemu lah hal-hal yang tidak seharusnya terjadi,” sambungnya.
Ia mencontohkan adanya penerima bansos yang tidak layak namun tetap mendapatkan bantuan. Bahkan, ada penerima yang menggunakan dana tersebut untuk tujuan yang tidak semestinya.
“Saudara-saudara kita yang seharusnya tidak layak menerima bantuan sosial masih menerima. Ada yang menerima tapi setelah diidentifikasi atau bahasa kerennya, dimata-matai itu dipergunakan kegiatan lain kan itu tidak benar, maknanya di situ,” tambahnya.
Prasetyo menegaskan, pemerintah memiliki kewajiban untuk memonitor transaksi agar penyaluran bansos tepat sasaran. Meski demikian, ia memastikan penerapan Payment ID tidak dilakukan sembarangan, apalagi terkait data pribadi masyarakat.
Menurutnya, teknologi yang digunakan pemerintah untuk memantau transaksi ini sudah mumpuni. Dengan perkembangan teknologi, pemerintah bahkan bisa memetakan aktivitas ekonomi secara lebih akurat.
“Jadi belanja bahan saja kita bisa hitung berapa kegiatan ekonomi berjalan, dan ini menghasilkan berapa yang kemudian ada kewajiban ke negara, untuk pajak yang diatur berapa,” jelasnya.
Prasetyo juga menegaskan bahwa data masyarakat akan dilindungi dan tidak disalahgunakan. “Ya iya dong, nggak boleh. Tapi yang untuk laporan terbuka, misalnya hasil produksi berapa, kan itu hal yang harus terbuka dan tak bisa disembunyikan,” ujarnya.
Sebelumnya, peluncuran Payment ID dijadwalkan pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan RI. Namun jadwal tersebut dipastikan mundur.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Dicky Kartikoyono mengatakan, bahwa sistem Payment ID ini masih dalam tahap uji coba, yang rencananya akan dilakukan pada September 2025 mendatang.
Uji coba ini dilakukan bank sentral untuk mendukung program perlindungan sosial pemerintah, khususnya penyaluran bantuan sosial (bansos) nontunai.
“Bansos nontunai ini kan program baru pemerintah. Nanti jadinya di bulan September, ada rencana launching di Banyuwangi. Itu yang akan kita bantu,” ujar Dicky di Jakarta, Selasa (12/8).
Menurut Dicky, peluncuran program bansos nontunai itu akan menjadi wadah uji coba sistem pendeteksi transaksi digital yang lebih transparan dibandingkan sistem BI Checking yang telah ada lebih dulu.
Namun ia menegaskan, sistem ini tidak serta merta membuat seluruh transaksi masyarakat mudah terdeteksi, sebagaimana yang menjadi kekhawatiran masyarakat belakangan ini. Sebab dalam penerapannya, Payment ID bakal tetap mengacu pada ketentuan prinsip privasi pengguna.
“Ini sangat dilindungi, dan hanya bisa digunakan sesuai consent (persetujuan) pemiliknya. Ini yang kami jaga betul, sehingga yang namanya uji coba itu mendalami agar kita tetap comply (mematuhi) dengan dunia digital,” kata Dicky.