astakom.com, Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menegaskan, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) tidak dapat menggantikan peran ulama dalam memberikan fatwa keagamaan.
Hal itu disampaikan Kiai Cholil, sapaan akrabnya, saat menjadi narasumber dalam Konferensi Internasional ke-10 Sekretariat Jenderal Lembaga dan Badan Fatwa di Dunia, yang digelar di Kairo, Mesir, pada 12-13 Agustus 2025.
Dalam acara tersebut, Kiai Cholil menjelaskan bahwa AI adalah kemajuan teknologi yang patut disyukuri sebagai nikmat dan anugerah Allah SWT. Namun, penggunaannya harus dibarengi kebijaksanaan dan etika.
“Meskipun artificial intelligence secerdas apa pun dan memberi informasi yang banyak tapi ia adalah mesin yang tak berakal dan tak punya rasa. Maka jangan pernah menganggapnya seperti mujtahid dan meminta fatwa dalam masalah keagamaan,” ucapnya, dikutip astakom.com, Kamis (14/8).
Di hadapan para perwakilan dari 70 negara Arab dan negara Islam, Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini menekankan, bahwa pemberian fatwa tidak hanya memerlukan penguasaan ilmu syariah, tetapi juga pemahaman utuh terhadap realitas masalah dan konteks sosial yang mengitarinya.
“Tanggung jawab ini hanya dapat diemban oleh manusia, khususnya ulama, yang akan mempertanggungjawabkan fatwanya di hadapan Allah SWT,” tegas Kiai Cholil.
Dia pun menambahkan, AI adalah mesin yang hanya dapat membantu mempercepat pekerjaan dengan memberi data dan analisa sekadarnya. Karena itu, AI hendaknya hanya ditempatkan sebagai alat bantu untuk memudahkan dan mempercepat kerja-kerja penghimpunan dan analisa.
“Jangan diberi tanggungjawab untuk membuat keputusan apalagi sebagai penanggungjawab. Mufti itu ada tanggungjawab terhadap fatwanya di hadapan Allah SWT,” tandas Kiai Cholil.