astakom.com, Jakarta – Menteri Ekonomi Kreatif (Ekraf) Teuku Riefky Harsya menilai, film-film hiperlokal bisa dinikmati secara nasional, bahkan bisa ikut serta ke festival internasional ke depan.
Hal itu disampaikan saat menerima audiensi film Black Coffe Garapan Heart Pictures di Gedung Autograph Tower, Jakarta, pada Rabu (13/8).
”Saya melihat market segment dalam film Black Coffee ini sudah ada. Mudah-mudahan aspek komersil dari film dengan cerita sosial kemasyarakatan ini bisa kami dorong promosi ke mitra strategis Kementerian Ekraf,” ujar Teuku Riefky.
Teuku Riefky menegaskan komitmen dalam memberi dukungan terhadap film-film Indonesia yang mengangkat cerita, budaya, dan hiperlokal di industri kreatif.
”Film Black Coffee garapan Heart Pictures salah satu film yang bisa mengangkat nilai itu,” tegas Teuku Riefky dalam keterangan tertulis dikutip astakom.com.
Saat ini, film yang mengeksplorasi sekaligus memperkenalkan keindahan budaya Gayo itu sedang dalam proses pasca produksi. Selain itu, Black Coffee juga menampilkan lanskap alam dan potret kehidupan para petani kopi.
Film ini membawa semangat, harapan, dan perjuangan hidup sepasang suami istri tunanetra paruh baya yang tinggal di sebuah desa komunitas Gayo di Aceh Tengah. Mereka menjalani kehidupan sederhana sebagai petani kopi sambil menantikan kehadiran seorang anak.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Ekraf Teuku Riefky menegaskan bahwa dukungan terhadap film Black Coffee merupakan bagian dari komersialisasi yang relevan terhadap ekonomi kreatif sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional yang dimulai dari daerah.
Menteri Ekraf Teuku Riefky juga melihat Film Black Coffee memiliki potensi besar untuk kolaborasi. Apalagi, film Indonesia ini turut mempromosikan ragam subsektor ekonomi kreatif dan pertumbuhan bisnis Provinsi Aceh, khususnya Takengon yang punya keindahan alam dan keunikan khas kopi Gayo.
Selain itu, Aceh masuk dalam 15 provinsi prioritas pengembangan ekonomi kreatif yang diarahkan oleh Presiden Prabowo.
“Film Black Coffee juga bisa dikoneksikan ke lembaga adat tertinggi di Aceh seperti Wali Nanggroe. Nanti, kami bisa buatkan surat rekomendasi supaya strategi yang disusun tak sebatas promosi film saja, tetapi juga promosi daerah Aceh Utara yang ingin menjadi Kabupaten Kreatif.”
”Inilah bentuk dukungan yang siap kami kolaborasikan sehingga potensi dari tiap subsektor ekraf bisa makin dikenal luas,” imbuh Teuku Riefky.
Dukungan dari Kementerian Ekraf bisa berperan dalam rantai nilai distribusi, terutama untuk ambil bagian dari proses promosi film Black Coffee.
”Sehingga meningkatkan optimisme Heart Pictures dalam memperkaya dinamika industri film Indonesia,” tandasnya.
Produser film Black Coffe Herty Purba mengungkapkan, proses produksi film ini mengambil latar 41 titik lokasi syuting. Produksi film melibatkan warga lokal, baik sebagai kru maupun pemeran pendukung.
“Bukan hanya mengangkat tradisi dan budaya masyarakat Gayo, Film Black Coffee juga mengangkat citra kopi Gayo dan petani dari Indonesia. Dari sisi kreatif industri dan perekonomian, kami harap proyek ini bisa membuka kolaborasi yang luas.”
“Kami berharap banyak pihak yang dapat berkolaborasi, termasuk pengusaha-pengusaha Aceh atau pengusaha lokal dan bisa menembus market internasional,” imbuh Herty Purba.
Film Black Coffee dibintangi oleh artis Sha Ine Febriyanti sebagai pemeran utama. Ine menyebut Gayo sebagai suatu yang holistik. Selain kulinernya yang luar biasa, lanjut Ine, Gayo adalah culture yang berbeda sehingga masyarakatnya lebih ekspresif.
”Film Black Coffee banyak value pelajaran kehidupan yang luar biasa dituangkan dengan sangat sederhana, tapi sangat kuat. Kita bisa lihat nanti ada serat-serat kehidupan dari Budaya Aceh yang lebih dramatik dan berkelas. Apalagi saya melihat bahwa film ini dibuat dengan spirit yang beda dan proses riset hampir 13 tahun,” imbuh Sha Ine Febriyanti.