astakom, Jakarta – Pengusaha otomotif sekaligus investor, Rudy Salim, menyoroti fenomena maraknya influencer keuangan di Indonesia yang bebas memberikan analisis dan saran investasi, tanpa sertifikasi resmi sebagai bukti kredibilitas.
Menurutnya, kondisi ini rawan menyesatkan masyarakat dan sudah seharusnya diatur oleh regulator, yang dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Rudy menyebut, kondisi di Indonesia sangat bertolak belakang dengan negara-negara lain, seperti China yang melarang keras siapa pun memberikan analisis teknikal atau rekomendasi investasi tanpa izin resmi.
“Indonesia semua orang bisa jadi influencer keuangan lho. Di China nggak boleh. Nggak boleh ngomong, nih kenapa ini, wah ini karena grafiknya gini. Lu ada sertifikasinya nggak? Bahkan untuk menerangkan grafik saja harus punya izin,” ujarnya dalam podcast di kanal YouTube Kasisolusi, dikutip astakom.com, Sabtu (9/8).
CEO Prestige motor tersebut menyinggung saran investasi ekstrem dari para influencer keuangan di Indonesia, yang menyarankan ‘all in’ pada sejumlah instrumen investasi dengan volatilitas tinggi, seperti saham dan bitcoin.
Padahal menurutnya, saran investasi tersebut jika dilakukan oleh masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan dan manajemen risiko yang baik, justru bisa berujung kerugian besar.
Rudy menegaskan, setiap instrumen investasi memiliki risiko masing-masing dan tidak ada strategi tunggal yang berlaku untuk semua orang. Ia mengkritik influencer yang menyarankan strategi seragam tanpa mempertimbangkan profil risiko individu.
“Setiap orang punya sense of business yang berbeda-beda. Mungkin bagi dia all-in berhasil, tapi itu tidak berlaku untuk semua orang,” tegasnya.
Rudy Salim Dukung OJK Bikin Aturan Influencer Keuangan
Untuk itu, Rudy menyambut baik rencana OJK yang akan membuat aturan khusus bagi influencer keuangan. Menurutnya, rencana tersebut adalah langkah tepat, meskipun langkah tersebut terbilang terlambat.
“OJK sekarang digadang-gadang ada peraturan baru ya. Itu yang menurut saya kita terlambat di situ. Udah, lu udah influencer begitu banyak, baru ngomong,” katanya.
Diberitakan astakom.com sebelumnya, OJK menyatakan bakal membuat aturan tegas untuk para influenser atau pegiat media sosial keuangan. Langkah itu bertujuan untuk mencegah para financial influencer agar tidak memberikan informasi yang menyesatkan kepada masyarakat.
Meski demikian, aturan dan sanksi bagi financial influencer saat ini telah tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 13/2025 pasal 106 sampai dengan 109.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, bahwa ketentuan tersebut mengatur mengenai kewajiban bagi Perusahaan Efek sebagai Perantara Pedagang Efek (PPE) dan Perusahaan Efek Daerah (PED) yang melakukan kerja sama dengan Pegiat Media Sosial.
Berdasarkan hal tersebut, PPE dan PED, diharuskan menyediakan media untuk iklan dan informasi umum pasar modal, melakukan penawaran untuk menjadi nasabah PPE dan PED, serta melakukan analisis dan/atau rekomendasi terhadap suatu efek atau produk.
“Dalam melakukan kegiatan tersebut, PPE dan PED wajib memiliki perjanjian tertulis dan memastikan bahwa pegiat sosial media harus memiliki izin yang sesuai,” ucap Inarno dalam keterangan tertulis, dikutip astakom.com, Sabtu (9/8).