astakom, Jakarta – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Anggito Abimanyu angkat bicara terkait polemik kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025 di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang mencapai 250 persen.
Dia menegaskan, keputusan kenaikan tarif pajak tersebut bukan menjadi kewenangan pihaknya di pemerintah pusat, melainkan kewenangan pemerintah daerah (Pemda), yang seharusnya disesuaikan dengan level daerah masing-masing.
“Itu kan kewenangan daerah ya. Jadi, harusnya disesuaikan di level daerah,” kata Anggito dalam keterangannya di Grha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (7/8), dikutip astakom.com.
Meski begitu, Anggito mengaku belum mengetahui secara pasti perihal kebijakan yang memicu ancaman gelombang demonstrasi di kalangan masyarakat tersebut, begitu pun dengan dampaknya.
Namun kebijakan kenaikan tarif pajak tersebut kini tengah dalam proses evaluasi oleh pemerintah provinsi (pemprov).
“Saya enggak tahu ya, persisnya. Karena itu kan dievaluasi sama provinsi ya. Jadi provinsinya harus bisa mengevaluasi dulu,” ujarnya.
Ia menegaskan, bahwa pihaknya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap berperan dalam proses evaluasi. Akan tetapi, hal itu dilakukan setelah melalui proses di tingkat provinsi terlebih dahulu.
“Kalau Kemenkeu, iya (mengevaluasi), tetapi kan harusnya di level provinsi dulu,” ucapnya.
Anggito menambahkan, penentuan tarif PBB-P2 yang tertuang dalam peraturan daerah (Perda) kabupaten merupakan domain pemerintah setempat. Namun untuk mekanisme evaluasinya tetap berjenjang.
“Kewenangan itu ada mulai dari kabupaten, lalu ke provinsi. Kalau ada evaluasi dilakukan oleh provinsi, provinsi dilakukan oleh Kemendagri. Nah, kita merupakan bagian dari evaluasi yang dilakukan bersama-sama dengan Kemendagri, ya,” ucap dia.
Sebelumnya, Bupati Pati Sudewo mengeluarkan kebijakan kontroversial mengenai kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen.
Dilansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Pati, kebijakan ini diambil setelah 14 tahun tidak ada penyesuaian tarif, sehingga dianggap sebagai langkah yang perlu diambil untuk mendukung pembangunan daerah.
Sudewo pun telah menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Pati terkait polemik kenaikan pajak fantastis itu. Ia memastikan pihaknya akan mengkaji ulang kebijakannya, dengan melibatkan unsur masyarakat.
“Kalau dari sisi politik dan sosial ada tuntutan masyarakat, kami akan meninjau ulang. Kami membuka komunikasi, kami siap berkoordinasi dan menyesuaikan jika memang ada yang perlu diturunkan,” kata Sudewo, Kamis (7/8).