astakom, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 yang mencerminkan kondisi paradoks. Pasalnya, perekonomian Indonesia menunjukkan angka positif meski daya beli menurun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 tumbuh 5,12 persen secara tahunan (year on year/yoy), dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 5.947 triliun.
Jika dibandingkan dengan kuartal I 2025 yang tercatat sebesar 4,04 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 mengalami peningkatan signifikan. Namun, Apindo mengingatkan masih adanya sejumlah tantangan terkait daya beli masyarakat.
Namun secara stimulan, asosiasi pengusaha itu tetap optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 tetap bisa mencapai target 5,2 persen, dengan catatan kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha yang perlu ditingkatkan.
“Pemerintah harus selalu menggandeng dunia usaha agar mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih sustain dan eskalatif ke depannya. Kolaborasi inilah yang terus didorong melalui Indonesia Incorporated,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, dikutip astakom.com, Rabu (6/8).
Dalam rangka mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan, Apindo memberikan rekomendasi empat langkah utama yang perlu dijalankan pemerintah. Pertama, meningkatkan daya beli masyarakat dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
“Seluruh kebijakan lembaga dan kementerian harus mempunyai orientasi dan output dalam penyerapan tenaga kerja,” ujar Ajib.
Kedua, memperkuat insentif fiskal dan moneter yang tepat sasaran serta mendorong terciptanya ekonomi biaya rendah, seperti percepatan restitusi, PPN ditanggung pemerintah (DTP), dan relaksasi pajak UMKM sebagai kebijakan yang pro terhadap pertumbuhan.
“Tingkat suku bunga kredit yang murah perlu didorong terutama untuk sektor padat karya,” tambahnya.
Langkah ketiga adalah mendorong deregulasi atau penyederhanaan aturan untuk menciptakan kemudahan dalam berusaha. Ajib menekankan pentingnya percepatan layanan, kemudahan koordinasi, dan penyederhanaan perizinan.
“Pembentukan Kelompok Kerja Deregulasi oleh Kemenko Perekonomian menjadi bentuk kolaborasi konkret antara pemerintah dan dunia usaha,” ujarnya.
Keempat, memperbesar aliran investasi dengan meningkatkan rasio penanaman modal asing yang saat ini masih rendah. Ajib menyebut kemudahan berusaha di Indonesia perlu ditingkatkan untuk mendorong investasi, yang saat ini berada di peringkat 73 dari 190 negara.
“Idealnya Indonesia bisa di peringkat 40. Momentum ratifikasi IEU-CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) juga menjadi angin segar menuju free trade agreement dan membuka pintu investasi dari Uni Eropa ke Indonesia,” pungkasnya.