astakom, Jakarta – Nilai-nilai multikulturalisme dan kemanusiaan dalam menciptakan dunia yang lebih damai, stabil, dan sejahtera. Hal ini sebagaimana disampaikan Guru Besar Ekonomi Politik Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Faris Al-Fadhat.
Haris menjelaskan, bahwa pemahaman terhadap multikulturalisme berpotensi besar mengurangi konflik dan kemiskinan global. Ia juga menyoroti peran strategis pendekatan ini dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat lintas negara.
“Pendekatan yang mengedepankan pluralisme dan nilai kemanusiaan, seperti empati, kasih sayang, dan penghargaan terhadap martabat manusia, menjadi kunci utama dalam menciptakan harmoni sosial,” ujar Faris dalam keterangannya, dikutip astakom.com, Selasa (5/8).
Sebagai contoh konkret, Faris mengangkat kawasan ASEAN sebagai model sukses dalam penerapan nilai multikultural. Ia menyoroti keberhasilan Asia Tenggara dalam menjaga stabilitas kawasan, meskipun dihuni oleh lebih dari 1.000 kelompok etnis dan berbagai latar belakang agama.
“ASEAN saat ini menjadi kawasan yang paling stabil dari segi pertumbuhan ekonomi. Jika dilihat dari data, perdagangan antar-negara anggota ASEAN merupakan yang terbesar dibandingkan mitra eksternal,” ungkapnya.
Meskipun beberapa negara, termasuk Indonesia, memiliki mitra dagang besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, namun secara kolektif perdagangan intra-ASEAN tetap menjadi yang paling signifikan.
Ia juga mengutip survei Pew Research Center tahun 2023 yang menunjukkan mayoritas masyarakat Asia Tenggara memandang keberagaman secara positif, terutama di kalangan generasi muda. Sikap terbuka terhadap perbedaan agama dan budaya disebut berkontribusi pada kekuatan sosial kawasan tersebut.
Namun, Faris juga mengingatkan bahwa dunia belum sepenuhnya bebas dari konflik. Ia menyinggung tragedi kemanusiaan yang masih terjadi di berbagai belahan dunia, seperti di Ukraina dan Palestina.
Namun, di balik gambaran suram itu, kata dia, dunia saat ini sedang bergerak menuju kondisi yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Steven Pinker pada tahun 2021 yang menunjukkan bahwa umat manusia kini hidup di era paling damai sepanjang sejarah peradaban, dengan angka kematian akibat konflik yang menurun drastis dibandingkan abad-abad sebelumnya.
Penurunan konflik ini, menurut Faris, tidak terlepas dari meningkatnya kesadaran global akan pentingnya multikulturalisme, yaitu respons aktif dan positif terhadap keberagaman budaya dalam masyarakat.
“Multikulturalisme bukan sekadar fakta bahwa manusia hidup berdampingan dalam keberagaman, tetapi bagaimana mereka merespons perbedaan tersebut secara etis dan manusiawi,” pungkasnya.